xLEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan
Burst Abdomen
Oleh Kelompok
Prodi :
S1-Keperawatan
Semester : IV (Empat)
STIKES ABI SURABAYA
Telah di terima dan disahkan oleh pembimbing Tugas Sistem Pencernaan II Keperawatan STIKES Artha Bodhy Iswara
Surabaya pada:
Pembimbing
Sri Wilujeng, S.Kep., Ners., M.Kes |
Hari :
Tanggal :
Tempat :
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepadah Tuhan yang mahakuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelasaikan tugas Makalah ASKEP “Burst Abdomen” adapun maksud
dan tujuan dari penyusunan Makalah Askep “Burst Abdomen ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas yang di berikan oleh dosen pada matakulia Sistem Pencernaan II.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami
menjumpai hambatan, namun atas berkat Tuhan
yang mahakuasa, dan teman-teman yang telah membantu, dan dosen pembimbing yang
telah membantu ahkirnya kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan cukup baik,
oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah “Askep Burst Abdomen” ini.
Oleh karena itu segalah saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khusunya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umunnya.
Surabaya,27 Maret 2015
DAFTAR ISI
COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Tujuan 2
1.2.1
Tujuan Umum 2
1.2.2
Tujuan khusus 2
1.3
Manfaat 3
BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Abdomen 4
2.2 Definisi 4
2.3 Klasifikasi 11
2.4 Etiologi 11
2.5 Manifestasi
Klinik 18
2.6 Patofisiologi 18
2.7 Pemeriksaan Diagnostik 20
2.8 Penatalaksanaan 20
2.9 Prognosis 25
2.10 Komplikasi 25
2.11 WOC 28
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BURST ABDOMEN
3.1 Pengkajian 29
3.2 Diagnosis Keperawatan 32
3.3 Intervensi 33
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan 53
4.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Burst
abdomen atau disebut juga sebagai Wound
dehiscence merupakan komplikasi serius
dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
(Lotfy, 2009). Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst
abdomen rata-rata 18,1%, dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya
jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit salah satu atau
seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif harus segera
ditangani karena pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
Burst
abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau
pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu
komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. Meskipun
kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit pasien yang
pernah mengalami burst abdomen. Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst
abdomen diantara 593 operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa
terdapat 45 kasus diantara 5156.Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu
perbandingan untuk pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst
abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan
tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada
perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan
bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst
abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Biasanya burst
abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan puncaknya pada hari kesepuluh
pasca-operasi, dan memiliki angka kematian sekitar 20.
Burst
abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang serius yang akan meningkatkan resiko kematiaan. Melalui makalah
ini kami memberikan pengetahuan dan cara pencegahan terjadinya burst abdomen
sehingga angka kejadian penyakit tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah
ini diharapkan dapat bermanfaat pula bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien burst abdomen yang benar.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen?
2.
Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
3.
Bagaimana klasifikasi dari penyakit burst
abdomen?
4.
Bagaimana etiologi dari penyakit burst abdomen?
5.
Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit
burst abdomen?
6.
Bagaimana patofisiologi dari penyakit burst
abdomen?
7.
Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit
burst abdomen?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit burst
abdomen?
9.
Bagaimana prognosis dari penyakit burst
abdomen?
10.
Bagaimana komplikasi dari penyakit burst
abdomen?
11.
Bagaimana WOC dari penyakit burst abdomen?
12.
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
burst abdomen?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan
memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Sistem
Pencernaan “Burst Abdomen”
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Memahami definisi dari penyakit burst abdomen
2.
Memahami anatomi fisiologi abdomen..
3.
Memahami klasifikasi dari penyakit burst
abdomen.
4.
Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
5.
Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst
abdomen.
6.
Memahami patofisiologi dari penyakit burst
abdomen.
7.
Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit
burst abdomen.
8.
Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst
abdomen.
9.
Memahami prognosis dari penyakit burst abdomen
.
10.
Memahami komplikasi dari penyakit burst
abdomen.
11.
Memahami WOC dari penyakit burst abdomen.
12.
Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
burst abdomen.
1.4
Manfaat
1.
Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari
penyakit burst abdomen.
2.
Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit burst abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Burst
abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial
atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post
operatif disertai protrusi dan eviserasi isi abdomen. Burst abdomen dikenal
juga sebagai abdominal wound dehiscence (Theodore, 1999). Eviserasi adalah
suatu keadaan dimana keluarnya organ-organ abdomen seperti usus.
Burst
abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka
sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti
usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan
luka di dalam perut. (Saktya, 2011).
Burst
abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka
sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti
usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan
luka di dalam perut.
2.2 Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen
adalah rongga terbesar dalam tubuh.Bentuknya lonjong dan meluas dari atas dari
drafragma sampai pelvis di bawah.Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian,
abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari
pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen
adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari
panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang
illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan
otot psoas dan quadratus lumborum. Rongga Abdomen dan Pelvis:
a.
Hipokhondriak kanan
b.
Epigastrik
c.
Hipokhondriak kiri
d.
Lumbal kanan
e.
Pusar (umbilikus)
f.
Lumbal kiri
g.
Ilium kanan
h.
Hipogastrik
i.
Ilium kiri
Isi
dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus dan usus besar.
a)
Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen,
Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri.
Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum Fungsi lambung:
1)
Tempat penyimpanan makanan sementara.
2)
Melunakkan makanan.
3)
Mencampurkan makanan.
4)
Mendorong makanan ke distal.
5)
Protein diubah menjadi pepton.
6)
Faktor antianemi dibentuk.
b)
Usus Halus
Usus halus
adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat
bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan
dikelilingi usus besar.Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime
dari lambung isi duodenum adalah alkali. Usus halus dapat dibagi menjadi
beberapa bagian :
1)
Duodenum : bagian pertama usus halus yang
panjangnya 25cm.
2)
Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas
dari usus halus.
3)
Ileum : menempati tiga pertama akhir
c)
Usus Besar
Usus besar Usus
besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan.Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter. Fungsi
usus besar adalah:
1)
Absorpsi air, garam dan glukosa.
2)
Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan
dalam.
3)
Penyiapan selulosa.
4)
Defekasi (pembuangan air besar)
d)
Hati
Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma Fungsi hati
adalah:
1)
Bersangkutan dengan metabolisme tubuh,
khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah.
2)
Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam
tubuh/sebagai pengantar matabolisme.
3)
Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4)
Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5)
Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup
janin.
6)
Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7)
Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8)
Membersihkan bilirubin dari darah
e)
Kandung Empedu
Kandung Empedu
adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot.Letaknya
di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran
depannya.Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
f)
Pankreas
Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas centimeter. Fungsi pankreas
adalah :
1)
Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori
lobulanya, yang membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2)
Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi
pankreas terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan
nyata.
3)
Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula
darah menjadi gula otot
g)
Ginjal
Ginjal terletak
pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dari
kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.Panjang ginjal 6 sampai 7½
centimeter.Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi
beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus,
lobus sinistra. Fungsi ginjal adalah :
1)
Mengatur keseimbangan air.
2)
Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam basa darah.
3)
Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h)
Limpa
Limpa Terletak
di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus ventrikuli
dan diafragma. Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1)
Dua facies yaitu facies diafragmatika dan
visceralis.
2)
Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3)
Dua margo yaitu margo anterior dan posterior.
Fungsi
limpa adalah :
1.
Pada masa janin dan setelah lahir adalah
penghasil eritrosit dan limposit.
2.
Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua
dan pembentuk homoglobin dan zat besi bebas.
Struktur
dinding abdomen
Dinding
abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturu-turut dari superficial ke
profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan fasia, jaringan
ekstraperitoneal dan peritoneum susunan dinding abdomen.
1.
Kulit
2.
Subkutan fet yang disekat oleh:
a.
Fascia camfer
b.
Fascia scarpa
c.
Fascia transfersalis
3.
Otot
Otot
dindidng abdomen :
a.
Musculus rectus abdominis
b.
Musculus oblica eksterna
c.
Musculus transvesalis
d.
Musculus piramidalis
4.
Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang
tipis, halus dan mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis.
Secara umum, dibagi menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan
cavum peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan
organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding
abdomen dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah
rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan mengandung cairan
sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi paritoneum viscerale (reflexi
peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat
penggantung viscera.
Dinding
ventrolateral abdomen
Garis-garis
pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper horizontal disekitar
tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi sepanjang garis pembelahan akan
sembuh dengan parut yang sedikit, sedangkan insisi yang menyilang garis-garais
ini akan sembuh dengan parut yang luas atau parut yang menonjol.
Fasia
Jaringan lemak
akan semakin ke profundus semakin memadat sehingga akhirnya akan tampak
menyerupai selaput yang bersidat collagenous. Jaringan subkutan dibagi 2 :
1.
Pars superfisialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan
lemak superfisialis yang disebut fasia kamper, lapisan membranasea yang
terletak di anterior abdomen sebagai fascia scarpa dan lapisan membranasea pada
perioneum disebut fascia colles. Lapisan lemak melanjutkan diri dengan lemak
superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin dapat sangat tebal. Lapisan
lemak akan menghilang pada dinding toraks dan disebelah lateral linea aksilaris
media.
2.
Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda
semata-mata merupakan lapisan tipis jaringan areolar yang menutupi otot-otot.
Otot-Otot
Dinding Abdomen
Otot-otot
dinding anterior dan lateral abdomen, yakni m. rektus abdominis, m. eksternus
oblik, m. abdominis eksternus oblik, m. abdominis internus oblik, m. abdominis
transversus.
Nama
|
Asal
|
Menuju
|
Rektus abdominalis
|
Sternum tulang iga ke-5 sampai iga ke-7
|
Os pubis
|
Oblika eksterna
|
Tulang iga 8 Krista iliaka
|
Bertemu di linea alba
|
Oblika interna
|
2/3 krista iliaka Ligamentum inguinal Tendo
torakolumbalis
|
Semua tegak lurus dengan muskulus oblika
eksternus dan selanjutnya sejajar Bertemu dan memperkuat linea alba
|
Transversa
|
Tulang iga ke-6 Tendon torakolumbalis Krista
iliaka Ligamentum inguinal
|
Bertemu dan
memperkuat linea alba
|
Piramidalis
|
Os pubis kanan dan kiri Besar dan bentuk
bervariasi
|
Linea alba.
|
a.
M. abdominis eksternus oblik
Otot ini
merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial. Otot ini berorigo
pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang terakhir, serat-serat nya
berjalan serong dari kraniolateral menuju kaudomedial dan berinsersi pada
tiga tempat.
1)
Posterior dari otot ini berinsersi ke labium
eksterna dan Krista iliaka.
2)
Menuju ligamen inguinalis setelah berubah
bentuk menjadi aponeurosis setinggi garis yang menghubungkan SIAS dan
umbilicus.
3)
Menuju ke medial, ke tepi lateral dari m.
abdominis bersatu dengan aponeurosis m. abdominis internus oblik dan akhirnya
bersama-sama menuju linea alba sebagai sarung rektus lapisan ventral Bagian
lateral ujung posterior ligament inguinal merupakan origo dari sebagian m.
abdominis internus oblik dan m. abdominis transverses. Pada pinggir
inferior ligament inguinal yang membulat, melekat fasia profunda paha
yaitu fasia lata.
b.
M. abdominis internusoblik
Otot ini
melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya berjalan
sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m.
abdominiseksternus oblik.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1)
Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir.
2)
Sarung rektus
3)
Os pubis `Dekat insersinya, serabut tendinosa
yang terbawah bergabung oleh serabut-serabut yang sama dari m. abdominis
transverses membentuk conjoint tendon. Conjoin tendon di medial melekat pada
linea alba, tetapi memiliki pinggir lateral yang bebas.
c.
M. abdominis transversus
Otot ini
berasal dari permukaan dalam enam kartilago kostalis bagian bawah (saling
bertautan dengan diafragma), fasia torakolumbal, labium internum Krista iliaka,
dan fasia iliaka.Serat otot-otot ini berjalan hampir horizontal dan berinsersio
sebagai aponeurosis yang ikut membentuk sarung rektus.
d.
M. rektus abdominis
Merupakan otot
panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh panjang dinding
abdomen.Diatas, otot ini melebar dan terletak berdekatan dengan garis tengah,
dipisahkan dari pasangannya oleh linea alba.m.rektus abdominis berasal dari
depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke kartilago
kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus. Jika otot ini
berkontraksi terlihat linea semilunaris yang terbentang dari ujung rawan iga IX
sampai tuberkulum pubikum. Otot ini disilangi oleh tiga insersi :
1.
Ujung proses xifoideus
2.
Umbilicus
3.
Ditengah keduanya
e.
M. piramidalis
M. piramidalis
ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya berasal dari
permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini
terletak pada bagian depan bagian bawah m. rektus abdominis.
Linea alba
Linea
alba adalah suatu garis yang dibentuk oleh pertemuan aponeurosis otot-otot
dinding abdomen pada garis median dinding abdomen. Sarung rektus (rektus
sheath) adalah kumpulan dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang
membungkus m. rektus abdominis.Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum
yang mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah terjadinya
bow-string effect) pada waktu kontraksi.
2.3
Klasifikasi
Menurut
Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai berikut :
a.
Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio
dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
b.
Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang
menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.Atau terjadi karena trauma
penetrasi.Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
2.4 Etiologi
Terjadinya
burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan beberapa penelitian
yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu
faktor pre-operative, operative, dan post-operative (British Medical Journal:
1966).
a.
Pre operasi Faktor pre-operative ini biasanya
berhubungan dengan keadaan pasien sebelum operasi dan karakteristik
pasien.
Faktor pre-operative
ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien sebelum operasi dan
karakteristik pasien.
1.
Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan
perbedaan yang sedikit meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini
dapat dipicu karena faktor merokok, pada pria sering mengalami batuk
persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan intraabdomen dan lebih
beresiko terjadi burst abdomen.
2.
Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan
bertambahnya umur. Burst abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar
1,3%, sedangkan pada pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al,
Principles Of Surgery) Burst abdomen sering terjadi pada usia>60 tahun. Hal
ini dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi dan otot dinding rongga perut melemah. (Lotfy,
2009) Hal ini mungkin dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a.
Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen
yang sering ditemukan yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.
b.
Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa
kekurangan vitamin dalam kelompok usia ini.
c.
Komplikasi pasca operasi seperti mengejan,
batuk, dan muntah berulang.
3.
Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi
jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi
penyembuhan luka. (Lotfy, 2009). Pada beberapa studi dikemukakan
bahwa rendahnya kadar hemoglobin (<10mg mg/dl) merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya burst abdomen.
4.
Hipoproteinemia
Hypoproteinemia
adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan,
seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl memiliki resiko
burst abdomen. (Saktya, 2011).
5.
Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh
kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu
penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin
C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
6.
Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat
proses inflamasi, fungsi makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain
itu juga kortikosteroid dapat menurunkan sistem imun sehingga jika terjadi
suatu infeksi, proses penyembuhan luka terhambat.
7.
Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan
batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen.
8.
Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi
sintesa komponen sulfas mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar
penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi
dan kolagenisasi yangmerupakan proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan
memperlambat proses penyembuhan luka. Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai
penanda malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan.Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan DNA.Kekurangan ini
mengarah ke jaringan selular miskin, yang menyebabkan kekuatan luka hilang.
9.
Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya burst abdomen. Hal ini
mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien yang tidak stabil
dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana (elektif).
10.
Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200
mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan
luka berlangsung lama. (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan
metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu
proses penyembuhan luka operasi. Sehingga pengendalian DM yang baik
dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai faktor resiko.
b.
Operasi
1.
Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya
burst abdomen lebih besar daripada transverse incision. Midline incision tidak
anatomis karena incisi ini memotong serabut aponeurotik, sedangkan pada
transverse incision memotong diantara serabut. Kontraksi pada dinding abdomen
akan memberikan tekanan untuk membantu penutupan luka. Pada midline
incision, kontraksi ini dapat menyebabkan adanya luka baru pada lateral
jahitan, sedangkan pada transverse incision, jahitan akan merapat. Midline
incision banyak digunakan karena dengan teknik ini lapangan pandang saat
operasi menjadi lebih luas untuk melakukan explorasi.
Tipe insisi midline Tipe insisi transversal.
2.
Jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous
Z memiliki faktor resiko terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar
14,8% sedangkan pada teknik interrupted X hanya sebesar 2,17%. C
c.
Post operasi
1.
Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh
batuk, muntah, ileus, dan retensi urine.Setelah beberapa operasi intra abdomen,
kejadian ileus tidak dapat dielakkan.Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin
disebabkan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya
mereka menggunakan otot-otot abdomen sebagai otot tambahan untuk respirasi.
Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak dapat meningkatkan tekanan
intra abdomen. Beberapa factor yang berperan dalam peningkatan tekanan abdomen
seperti obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis dengan adanya
ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding
abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan
menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat
akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya
jaringan dalam rongga abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdomen diantaranya:
a.
Mengangkat beban berat
b.
Batuk dan bersin yang kuat
c.
Mengejan akibat konstipasi
2.
Infeksi pada luka
Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat
proses penyembuhan luka. Gagalnya penyatuan fasia karena adanya nekrosis
dipercaya dapat menyebabkan burst abdomen. Selain itu terjadinya burst
abdomen atau wound dehiscence dapat disebabkan oleh beberapa factor
sistemik dan local yang berpengaruh terhadap timbulnya luka komplikasi ini.
a.
Faktor Sistemik.
Burst abdomen jarang diderita pada pasien
dibawah usia 30 tahun tetapi pada pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi
laparotomi hanya didapatkan sebanyak 5 %. Burst abdomen banyak dijumpai pada
pasien dengan Diabetes mellitus, uremia, immunosuppresion, jaundice, sepsis,
hipoalbuminemia, pasien dengan obesitas, riwayat keganasan, maupun pasien
dengan penggunaan obat-obatan kortikosteroid.
b.
Faktor Lokal.
Ketiga factor local yang penting untuk
terjadinya burst abdomen diantaranya adalah: penutupan luka yang tidak adekuat,
peningkatantekanan intraabdomen, dan gangguan pada proses
penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi karena kombinasi
ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul salah satu saja. Jenis
incise pada saat operasi seperti incise transversal maupun longitudinal sampai
saat ini tidak berpengaruh terhadap insiden dari burst abdomen.
3.
Penutupan jahitan dari Luka Operasi
Penutupan yang adekuat dari luka operasi
merupakan salah factor yang penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan
fasial memberikan kekuatan pada saat penutupan, dan ketika fascia terbuka atau
rusak (disrupts) luka akan terbuka dan menjadi rusak. Keakuratan penutupan pada
lapisan anatomi sangat penting untuk penutupan luka yang adekuat. Banyak
luka-luka menjadi rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya
jahitan sampai kedalam fascia.
Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk
irisan operasi yang bagus dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat diperhatikan
selama operasi, penempatan dan penautan jahitan yang tepat, dan pemilihan
material jahitan yang sesuai.Jahitan ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan
kira-kira sepanjang 1 cm.
Luka dehiscence sering disebabkan karena
jahitan bekas operasi yang terlalu melekat dan rapat pada tepi fascia.Pada
pasien dengan factor resiko terjadinya luka dehiscence, para ahli bedah harus
melakukan penutupan yang kedua pada operasi pertama, dan melakukan perawatan
ekstra untuk mencegah terjadinya luka dehiscence. Bahan untuk jahitan sintetik
yang modern seperti asam polyglycolic, polypropylene, dan yang lain,
digunakan untuk penjahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka
yang mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten terhadap
degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata yang rendah
terhadap terjadinya luka yang rusak.Komplikasi luka menurun dengan adanya
obliterasi pada daerah “dead space”. Ostomies dan drain setelah operasi
ditempatkan diluar dari incise operasi untuk menurunkan kejadian luka infeksi
dan terbuka.
4.
Gangguan pada Penyembuhan Luka Infeksi
merupakan factor yang berhubungan pada separuh lebih terjadinya luka karena
rusak. Adanya drain, seroma, dan luka hematom juga sebagai tanda adanya
penyembuhan luka yang terlambat. Normalnya, “healing ridge” ( penebalan
kira-kira 0,5 cm dari masing-masing sisi jahitan) tampak pada akhir dari minggu
pertama setelah operasi. Jika muncul jenis luka seperti ini maka secara
klinis penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat, dan ini biasanya
tidak muncul pada luka yang rusak.
Tabel Faktor
Penyebab Luka dehiscence Post operative.
Jahitan di pasang kurang tepat
|
Terlalu berdekatan
Ditarik dan di ikat terlalu kencang
|
Tehnik operasi kurang baik
|
Tidak mencapai lapisan fascia
Jaringan nonvital di tinggalkan
|
Tekanan intra abdomen tinggi
|
Dilatasi usus/ileus paralitik
Asites
Batuk
Muntah
Banyak mengejan
|
Hematoma di luka dengan atau tanpa infeksi
|
|
Infeksi luka
|
|
Penyakit
|
Metabolic
Hipoalbuminemia atau gizi buruk
Sirotis Hepatis
Karsinomatosis
Uremia
Diabetes mellitus
|
5.
Terapi Radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein
normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.
2.5
Manifestasi Klinis
Adanya luka
yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya abses di intra abdomen,
Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada dehiscence fascia dan atau lapisan
otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak yang
biasanya berhubungan dengan batuk yang berat disertai muntah-muntah, hal
ini membuat pasien merasa sangat gelisah dan iritabilitas disertai dengan
peningkatan temperature (febrile) dan adanya cairan yang keluar dari luka
operasi membuat pasien kurang nyaman. Seringkali disertai perut yang distended
(membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah tersebut (Brunner
& Suddarth. 1997). Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah
tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan.Luka yang terjadi pada dinding
abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak. Dalam satu hari keadaan ini akan
diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang menganga pada operasi kulit
(incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan salah satu tanda
adanya burst abdomen.
a.
Nyeri setelah beberapa hari operasi
b.
Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau
bahkan keluar nanah
c.
Luka jahitan menjadi lembek dan merah
(hiperemi)
d.
Perut distended (membesar dan tegang) yang
menandai adanya infeksi di daerah tersebut
e.
Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan
wajah tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan
2.6 Patofisiologi
Burst
Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post
operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor
pre operasi ini adalah usia, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi.
Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi.
Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain
itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa
menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk
regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi
penyembuhan luka.
Penyakit-penyakit
tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga
akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah
satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang
memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan
jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk
memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat
mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan
vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis
(Saktya, 2011).
Untuk
factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan
peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan
tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini
memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak
transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan
kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika
irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat
denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding
dan pecah perut.
Faktor
post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak
atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat,
batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Kebiasaan merokok sejak
muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen. Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis
protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan
kolagen. Antineoplastic agents menghambat penyembuhan luka dan luka
penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.
Pada
pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan penyembuhan luka,
maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan
ditemukan peningkatan tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi
paru dan suplai oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas.
Distensi abdomen juga sering ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan dan terjadi anoreksia. Luka insisi pada
pasien burst abdomen dapat menyebabkan diskontinuitas jaringan sehingga
menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi terjadi
infeksi (Medical Journal, 2011).
2.7
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
resiko yang dapat memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
2.
Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi
kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
3.
CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang
terdapat dalam tubuh manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau
operasi maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.
4.
Tes Darah lengkap
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum
kreatinin, dan urea.Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
2.8
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien dimana dapat dibagi
menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.
1.
Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien
stabil dan tidak disertai adanya eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan
dengan penutupan secara steril perlu dilakukan. Pasien dianjurkan tidak
turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang dibasahi dengan
cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk membantu proses penutupan
luka. Diharapkan luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah
membaik, maka dapat direncanakan operasi. Jika pasien datang dengan burst
abdomen dan ada eviserasi:
a.
Inform Consent
b.
Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan,
pemasangan NGT dekompresi.
c.
Pasang infus, bericairan standard N4 dengan
tetesan sesuai kebutuhan.
d.
Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e.
Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik
steril selama dua hari sekali.
f.
Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien.
Pemberian nutrisi tinggi protein dan serat pada pasien dengan burst
abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.
2.
Terapi operatif
Tindakan
yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai adanya burst abdomen
adalah dengan memperbaiki kembali luka operasi yang ditimbulkan segera dengan
terlebih dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan
isotonis ringer lactate yang mengandung antibiotic dan kemudian dilakukan
penutupan kembali dinding abdomen.
Antibiotik
profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair ini harus
dilakukan dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi
general. Lepas dahulu jahitan yang telah dilakukan pada operasi pada bagian
yang mengalami burst, kemudian explore bagian terdalam dari luka yang rusak
dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian jahitan yang
terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.
Kemudian
dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan isotonis yang mengandung
antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan perbaikan jahitan dengan
memberikan jahitan ekstra untuk mencegah timbulnya luka dehisence berulang.
Operasi
Pembedahan
Penjahitan
dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan menggunakan jarum dan
benang yang sesuai (monofilamen nilon atau poligycolic acid), setelah
repair jahitan selesai luka ditutup dengan kassa basah steril dan diberi
antibiotik, kemudian ditutup kembali sehingga tidak terkontaminasi dengan dunia
luar.
1.
Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup
lubang dan memperkuat bagian yang lemah, otot perut dirapatkan menutupi
lubang yang ada.
2.
Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja
terjadi luka disarankan untuk operasi kembali.
3.
Kebanyakan teknik yang utama adalah segera
menjahit kembali pada tempat jahitan semula yang mengalami perobekan.
4.
Pemberian antibiotic preoperative spektum
meluas.
5.
Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak
yang pendek pada permukaan yang dalam dari luka pada kedua sisi.
6.
Masukkan jahitan luka yang dalam.
7.
Kemudian proses akir dari dinding abdomen,
yakinlah untuk mengambil potongan yang dalam dari jari, memakai materi
jahitan yang banyak dan hindari tegangan yang berlebihan pada luka.
8.
Tutup kulit dengan agak longgar dan
mempertimbangkan pemakaian pengering luka dangkal. Jika terjadi infesi
luka yang buruk , jangan biarkan luka terbuka dan bungkuslah.
a)
Penumpukan Jahitan
Ada beberapa
teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah :
1)
Memakai jahitan luka yang padat dan tidak
menyerap.
2)
Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka
dan interval stikjahitan 3cm atau kurang.
3)
Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua
lapisan peritonium melewati kulit) atau (semua lapisan kecuali kulit)
mungkin digunakan.
4)
Penumpukan jahitan luka internal dapat
menghindari pembentukan bekas luka yang tidak sedap dipandang akan tetapi
luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu berikutnya(meningkatkan
resiko infeksi)
5)
Jangan mengikat terlalu kuat
6)
Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya
dibiarkan selama paling tidak tiga minggu.
Pada
sebagian kecil pasien bisa mendapat penatalaksanaannya yang tepat.Teknik
yang tidak aman atau terkadang tidak mungkin untuk menutup dinding perut dengan
benar. Beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor pencetus
pada dinding perut yang tidak dapat menutup, meliputi:
Ø Trauma abdomen
mayor
Ø Sepsis abdomen
yang kasar
Ø Retro
peritoneal hematom.
Ø Kehilangan
jaringan pada dinding perut.
Penderita setelah operasi biasanya masih
mengeluh soal lain. Setelah operasi ia merasakan bagian yang dioperasi seperti
tertarik dan nyeri. Untuk mengatasi keluhan tadi, kini tersedia jala sintetis
yang dikenal dengan mesh. Penggunaannya menguntungkan bagi penderita
pascaoperasi, karena otot perutnya tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak
akan merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat
menyebabkan elevasi dari tekanan intra abdominal dan syndrome ruang abdomen
berikutnya. Pada kasus kasus tertetu (exs.jika penyebabnya memungkinkan
untuk diselesaikan dengan cepat) mungkin bisa menutup abdomen untuk sementara
waktu dengan membungkus luka dan mengambil tindakan lebih lanjut dalam waktu
24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen biasanya menunjukan:
1.
Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau
dua lapisan pada lubang.
2.
Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari
jahitan luka yang menembus lapisan tebal dinding abdomen.
Perubahan
balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya, akhirnya berpengaruh pada
permukaan yang bisa dibungkus dengan pemindahan robekan kulit (transparansi
kulit).
Upaya
Pencegahan
Faktor resiko
burst abdomen masih bisa dikurangi melalui penanganan pasien secara
terpadu sejak sebelum operasi sampai setelah operasi. Untuk mencegah terjadinya
burst abdomen diantaranya adalah:
a.
Tehnik penjahitan yang tepat dan benar
Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi
sebaiknya menggunakan jarum, benang, dan tehnik jahitan yang benar.Jahitan yang
dibuat jangan terlalu berdekatan dan jangan terlalu kencang sehingga
mengakibatkan luka yang ditimbulkan tidak sembuh dengan sempurna.
b.
Teknik operasi yang baik
Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena
tehnik operasi yang kurang baik diantaranya tehnik operasi yang tidak mencapai
lapisan fascia atau salah satunya dengan meninggalkan jaringan yang sudah
tidak vital dalam rongga abdomen, hal ini cenderung untuk terjadinya infeksi.
Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya burst abdomen sebaiknya operator
benar- benar memahami operasi yang akan dilakukan dan bertindak sebaik
mungkin.
c.
Mencegah peningkatan intraabdomen
Peningkatan dari tekanan abdomen menghambat
dari penyembuhan luka bahkan mengakibatkan luka yang terjadi mengalami
kerusakan sehingga dapat terbuka kembali. Adapun hal-hal yang dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen adalah: batuk, muntah, banyak
mengejan, asites, dan dilatasi usus atau adanya ileus paralitik. Oleh karena
itu untuk mengontrol adanya peningkatan intraabdomen selain menganjurkan kepada
pasien untuk tidak melakukan hal diatas, maka dengan melakukan follow up setiap
hari kepada pasien post operativ dari bising ususnya dan dengan pemasangan
nasogastric tube untuk dekompresi.
d.
Mencegah
terjadinya infeksi
Infeksi sangat
banyak penyebabnya oleh karena itu pada luka post laparotomy harus dilakukan
rawat luka se aseptis mungkin dengan menggunakan peralatan yang steril. Selain
itu juga diikuti dengan pemberian antibiotika profilaksis.
e. Mengobati
penyakit penyerta dari pasien
selain hal-hal seperti
diatas terjadinya burst abdomen dapat dipicu karena penyerta dari pasien
diantaranya : hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundince, penyakit
keganasan, diabetes mellitus, sehingga dapat menghambat proses penyembuhan
luka. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut juga harus diperhatikan dan
diregulasi dengan baik.
2.9 Prognosis
Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen
rata-rata 18,1%, dengan range 9,4% - 43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka
pada abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan
dinding abdomen pada luka post operatif tidak segera ditangani maka pasien
tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi luka operasi
Infeksi Luka Operasi (ILO)/ Infeksi Tempat
Pembedahan (ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi
atau organ/ ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalm kurun 1
tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari
pasien, dokter dan tim, lingkungan dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The
National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria jenis-jenis
SSI ada tiga sebagai berikut :
1)
Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan
infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
a.
Terdapat cairan purulen.
b.
Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari
jaringan superfisial.
c.
Terdapat minimal satu dari tanda-tanda
inflammasi
d.
Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang
merawat.
2)
Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan
infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada
tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
a.
Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b.
Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli
bedah karena ada tanda inflammasi.
c.
Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA
atau radiologis.
d.
Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter
yang merawat
3)
Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan
infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi
yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat
salah satu tanda :
a.
Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b.
Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c.
Ditemukan abses
d.
Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
e.
Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut ( peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
f.
Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif
g.
Kebocoran usus
h.
Trauma abdomen mayor
i.
Sepsis abdomen yang kasar
j.
Retro peritoneal hematom.
k.
Kehilangan jaringan pada dinding perut.
2.11 WOC
Tipe insisi, penutupan sayatan,
jahitan bahan.
|
Post Operasi
|
Kebiasaan merokok, proses
perkembangan yg cukup lama, pembedahan abdominal, kegemukan
|
Usia, DM
|
Pre Operasi
|
Operasi
|
Otot dinding perut melemah, Hb
menurun.
|
Organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi, anemia, hypoproteinamia, kekurangan vitamin
|
luka
|
Kontraksi dinding abdomen
|
Tekanan tinggi di daerah lateral
pd saat penutupan
|
Mengangkat beban berat, batuk dan
bersin yang kuat, mengejan saat konstipasi.
|
Peningkatan dr intra-abdominal
pressure
|
Burst Abdoment
|
B1
(Pernafasan)
|
B2
(Kardiovaskuler )
|
B3
(Persyarafan)
|
B4
(Perkemihan)
|
B5
(Pencernaan)
|
B6
(muskuloskeletal/integument)
|
Nyeri perut saat nafas
|
Pernafasan tidak lancar
|
Cardiac output menurun
|
Perdarahan
|
Ganguan oksigenasi
|
Kerja jantung melemah
|
Perfusi jaringan ke otak menurun
|
Tekanan darah menurun
|
Peningkatan intra-abdominal
pressure
|
Luka/pecah perut/infeksi
|
Nyeri
|
Produksi ginjal menurun
|
Tekanan darah menurun
|
Perdarahan
|
Penurunan keluaran urine
|
Perubahan nutrisi < kebutuhan
|
Rasa nyeri pada saat makan
|
Nafsu makan berkurang
|
Berat badan menurun
|
Inflamasi penyakit/luka
|
Ganguan intergritas kulit
|
Mengalami kelemahan &
keletihan
|
Ganguan pola aktivitas
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1
Pengkajian
a.
Identitas Klien :
a.
Nama : Suami
/ Istri / Orangtua
b.
Umur : Nama :
c.
Jenis kelamin : Pekerjaan :
d.
Agama : Alamat :
e.
Suku/bangsa :
f.
Bahasa : Penanggung
jawab :
g.
Pendidikan : Nama :
h.
Pekerjaan : Alamat :
i.
Status :
j.
Alamat :
b.
Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst
abdomen adalah nyeri pada daerah sekitar luka operasi di perut akibat
membukanya luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan adanya
infeksi
c.
Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini
dari awal gejala muncul dan penanganan yang telah dilakukan hingga saat
dilakukan pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
d.
Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit yang berhubungan dengan burst abdomen. Seperti anemia, DM,
hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang
memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.
a.
Pola Fungsi Kesehatan :
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Persepsi klien/keluarga
terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk mempertahankan
kondisi sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Kebiasaan klien dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini) yang
meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi
makan yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan
dan mamakan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual,
muntah, dan kesulitan menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas.Bila di
perlukan, lakukan pengkajian terhadap pengetahuan klien/keluarga tentang diet
yang harus di ikuti serta bila ada larangan adat atau agamapada suatu makanan
tertentu.
3.
Pola eliminasi
Kaji eliminasi alvi
(buang air besar) dan eliminasi uri (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat
ini), yang meliputi : frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan
lain-lain. Bila di temukan adanya keluhan pada eliminasi, hendaknya dibuatkan
deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang di maksud.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktifitas rutin
yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang.Mobilitas selama sakit
di lihat dan aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.
5. Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan
kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat
ini), meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur,
perasaan klien sewaktu bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit
jatuh tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat bangun, terbangun dini, atau
tidak bisa melanjutkan tidur.
6. Pola hubungan dan peran
Kaji hubungan klien
dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan
yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
7. Pola sensori dan kognitif
Kaji kemampuan klien
berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status mental dan orientasi,
kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji pada klien yang
sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran akan
dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan
identitas diri.
9. Pola reproduksi dan seksual
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan
tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan
jenis kelamin.
10. Pola peran-berhubungan
Kaji hubungan klien
dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan,
termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan
orang lain.
11. Pola mekanisme koping
Kaji mekanisme koping
yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/ konflik/ stres/ kecemasa.
12. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji nilai-nilai dan
keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat sehingga
mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat.
2.
B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa
timbul tekanan darah menurun, nadi meningkat namun lemah, akral teraba basah,
pucat dan dingin serta takikardia.
3.
B3 (Brain) : Terjadi peningkatan tekanan pada
intra-abdominal yang menyebabkan luka sehingga menimbulkan rasa nyeri.
4.
B4 (Bladder) : Berkurangnnya pemasukan cairan
sehingga terjadi Penurunan keluaran urine
5.
B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun,
pasien lemah, bibir kering. Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai
dengan :
a.
Inspeksi : adakah pembesaran abdomen,
peregangan atau tonjolan dan apakah ada distensi abdomen. Pada pasien
hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak dan terdapat
rembesan darah.
b.
Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai
kekuatan otot-otot perut, nyeri 2 cm pada sekitar luka.
c.
Perkusi : normal atau tidak normal
d.
Auskultasi : bising usus normal
6.
B6 (Bone) : Lemah, turgor jelek
c.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(Hematologi) :
a.
Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
b.
Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
c.
Hematokrit< dari 40-52%
d.
Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
e.
Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
3.2
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
berhubungan dengan terbukanya luka post operasi
b.
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
c.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan
d.
Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
e.
Cardio output menurun
berhubungan dengan kompresi pada vena
balik
f.
Penurunan Keluaran uine berhubungan dengan menurunnya
kerja ginjal.
g.
Resiko infeksi
berhubungan dengan adanya port de entrée dari luka pembedahan
h.
Kerusakan
intergritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasive pasca operasi
3.3
intervensi keperawantan
a.
|
Nyeri akut
|
NOC
|
NIC
|
Definisi
: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (international Association for the study of Poin):
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan
karateristik:
·
perubahan selera makan
·
perubahan tekanan darah
·
perubahan frekuensi jantung
·
perubahan frekuensi pernafasan
·
laporan isarat
·
diaforesis
·
perilaku distraksi (mis. berjalan
mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang
berkurang)
·
mengekpresikan perilaku (mis.
gelisah, meringik, menangis)
·
masker wajah (mis. mata kurang
bercahaya, tampak kaca, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis)
·
sikap melindungi area nyeri
·
fokus menyempit (mis. gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang
dan lingkungan)
·
indikasi nyeri yang dapat diamati
·
perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
·
sikap tubuh melindungi
·
dilatasi pupil
·
melaporkan nyeri secara verbal
·
gangguan tidur
Faktor
yang berhubungan:
·
Agen cedera (mis. biologis, zat
kimia, fisik, fisikologis
|
v pain
level
v pain
control
v confort
level
kriteria
hasil:
v mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri
v mampu
mengenali nyeri (skala, infensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
Pain
management
-
lakukan pengkajian nyeri secara
komprensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
-
observasi rekasi non verbal dari
ketidaknyamanan
-
gunakan teknik komunikasi
terapiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-
kaji kultur yang menpengaruhi
respon nyeri
-
evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
-
evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-
bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
-
kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-
kurangi faktor presipitasi nyeri
-
pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal)
-
kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
-
ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
-
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
-
evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
-
tingkatkan istirahat
-
kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
-
montior penerimaan pasien tentang
menejemen nyeri
Analgesic
Administration
-
tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
-
cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
-
cek riwayat alergi
-
pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
-
tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
-
tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
-
pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
-
monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama kali
-
berikan analgesik teapt waktu
terutama saat nyeri hebat
-
evaluasi efektifitas analgesik,
tanda dan gejala.
|
b.
|
Ketidakefektifan
pola napas
|
NOC
|
NIC
|
Definis:
inpirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.
Batasan
karakteristik:
·
Perubahan kedalama pernapasan
·
Perubahan ekskursi dada
·
Mengambil posisi tiga titik
·
bradipneu
·
penurunan tekanan ekspirasi
·
penurunan ventilasi semenit
·
penurunan kapasita vital
·
dipneu
·
peningkatan diameter anterior
posterior
·
penapasan cuping hidung
·
ortopneu
·
fase ekspirasi memenjang
·
pernapasan bibir
·
tekipneu
·
penggunaan otot ekssorius untuk
penapasan
faktor
yang berhungan:
·
ansietas
·
posisi tubuh
·
deformita tulang
·
deformitas dinding dada
·
keletihan
·
heperventilasi
·
sindrom hepoventilasi
·
ganguan muskuloskeletal
·
gangguan muskuloskeletal
·
kerusakan neurologis
·
imaturitas neurologis
·
disfungsi neuromuskular
·
obesitas
·
nyeri
·
keletihan otot pernafasan cedera
medula spinalis
|
v Lasoilatory
status: ventilation
v Respiratory
status: airway patency
v Vita
sign status
Kriteria hasil:
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara napas yang bersih,tidak ada sianosis dan
dyspneu(mampu mengeluarkan sputum,mampu bernapas dengan mudah,tidak ada pursed
lips)
v menunjukan
jalan napas yang paten(klien tidak merasa tercekik,irama napas,frekuensi
pernapasan dalam rentang normal,tidak ada suara napas abnormal).
v tanda-
tanda vital dalam rentang normal(tekanan darah,nadi,pernapasan.
|
Airway
menagement
·
buku jalan nafas,gunakan teknik
chinlift atau jaw thrust bila perlu
·
posisi pasien utuk maksimalkan
ventilasi
·
indentifikasi pasien perlunya
pemasangan alat nafas buatan.
·
pasang mayo bila perlu
·
lakukan fisioterapi dada jika
perlu
·
keluarkan sekret dengan batuk atau
suction.
·
auskultasi suara nafas,catat
adanya suara tambahan.
·
lakukan suction pada mayo.
·
berikan bronkodilator bila perlu.
·
berikan pelembab udara kassa basah
NaCl lembab.
·
atur intake untuk cairan
mengoptimalkankeseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status
O2 Oxygen therapy.
·
Bersikan mulut,hidung dan secret
trakea.
·
Pertahankan jalan nafas yang paten.
·
Atur perjalanan oksigenasi
·
Monitor aliran oksigen
·
Pertahankan posisi pasien
·
Onservasi adanya tanda – tanda
hipoventilasi
·
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital
sign monitoring
·
Motinor TD,nadi,suhu,dan RR
·
Cetat adanya fluktuasi tekanan
darah
·
Monitor vs saat pasien
berbaring,dudu,atau berdiri
·
Auskultasi td pada kedua lengan
dan bandingkan
·
Monitor TD,nadi,RR,sebelum,selama,dan
setelah aktivitas
·
Monitor kualitas dari nadi
·
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
·
Monitor suara paru
·
Monitor pola pernapasan abnormal
monitor suhu,warna,dan kelembaban kulit
·
Monitor sianosis perifer
·
Monitor adanya cushing triad(tekanan
nadi yang melebar,bradikardi,peningkatan sistolik)
·
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
|
c.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
NOC
|
NIC
|
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan
karakteristik :
·
Kram abdomen
·
Nyeri abdomen
·
Menghindari makanan
·
Berat badan 20% atau lebih dibawah
berat badan ideal
·
Kerapuhan kapiler
·
Diare
·
Kehilangan rambut berlebihan
·
Bising usus hiperaktif
·
Kurang makanan
·
Kurang informasi
·
Kurang minat pada makanan
·
Penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat
·
Kesalahan konsepsi
·
Kesalahan informasi
·
Membran mukosa pucat
·
Ketidakmampuan memakan makanan
·
Tonus otot menurun
·
Mengeluh gangguan sensasi rasa
·
Mengeluh asupan makanan kurang
dari RDA (recommenced daily allowance)
·
Cepat kenyang setelah makan
·
Sariawan rongga mulut
·
Steatorea
·
Kelemahan otot pengunyah
·
Kelemahan otot untuk menelan
Faktor-faktor
yang berhubungan :
·
Faktor biologis
·
Faktor ekonomi
·
Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
·
Ketidakmampuan menelan makanan
Faktor
psikologis
|
v Nutritional
Status :
v Nutritional
status : food and fluid intake
v Nutritional
status : nutrient intake
v Weight
control
Kriteria Hasil :
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
v Menunjukkan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
v Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti.
|
Nutrition Management
- Kaji adanya alergi
makanan
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin c
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang
terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien
bagaimana membuat catatan makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
- Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak
atau orang tua selama makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan pigmentsi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan
intake nutrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah
berwarna magenta, scarlet
|
d. Defisit
Pengetahuan
Defenisi
: Ketiadaan
atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.
Batasan
karakteristik :
·
Perilaku hiperbola
·
Ketidakakturan mengikuti perintah
·
Ketidakakturan melakukan tes
·
Perilaku tidak tepat (mis.
Hysteria, permusuhan, agitasi, apatis)
·
Pengungkupan masalah
Faktor
yang berhubungan
·
Keterbatasan kognitif
·
Salah intepertasi informasi
·
Kurang penjanan
·
Kurang minat dalam belajar
·
Kurang dapat mengingat
·
Tidak familler dengan sumber
informasi
|
NOC
v Knowledge
: Disease process
v
Knowledge : Health Behavior
Kriteria Hasil :
v Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi, prognosis dan program
pengobatan
v Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.
|
NIC
Teaching : disease
process
-
Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesefik
-
Jelaskan patofisologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
-
Gambaarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit,dengan cara yang tepat
-
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang tepat
-
Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang tepat
-
Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin di perlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan dating
dan atau proses pengontrolan penyakit
-
Diskuksikan pilihan terapi atau
penanganan
-
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang atau diindikasikan
-
Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komonitas lokal, dengan cara yang tepat
-
Instrusikan pasien mengenai tanda
dan gejalah untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat.
|
e.
Penurunan
Cardiac output
|
NOC
|
NIC
|
Defenisi : ketidakadekuatan
darah yang di pompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
Batasan Karekteristik
:
·
Perubahan frekuensi / irama
jantung
-
Aritmia
-
Bradikardi, takikardi
-
Perubahan EKG
-
Palpitasi
·
Perubahan preload
-
Penurunan tekanan vena central
(central venous pressure, CVP)
-
Penurunan tekanan arteri paru
(pulmonary artery wedge pressure, PAWP)
-
Edema, keletihan
-
Peningkatan CVP
-
Peningkatan PAWP
-
Distensi vena jugular
-
Murmur
-
Peningkatan berat badan
·
Perubahan afterload
-
Kulit lembab
-
Penurunan nadi perifer
-
Penurunan resistensi vascular
paru ( pulmonary vascular)
-
Penurunan resistansivaskular
sistematik ( systematic vascular resistence, SVR)
-
Dipsnea
-
Peningkatan PVR
-
Peningkatan SVR
-
Oliguria
-
Pengisisn kapiler memanjang
-
Perubahan warna kulit
-
Variasi pada pembacaan tekanan
darah
·
Perubahan kontraktilitas
-
Batuk, crackle
-
Penurunan indeks jantung
-
Penurunan fraksi ejeksi
-
Ortopnea
-
Dispenea proksimal nocturnal
-
Penurunan LVSWI (left ventricular
stroke work indeks)
-
Penuurunan stroke volume indeks
(SVI)
-
Bunyi S3, bunyi S4
·
Perilaku/emosi
Faktor yang berhungan
·
Perubahan afterload
·
Perubahan kontraklitas
·
Perubahan frekuensi jantung
·
Perubahan preloald
·
Perubahan irama perubahan volume
sekuncup
|
v Cardiac
pump effectiveness
v Circulation
v Vital
sign status
Kriteria Hasil
v Tanda
vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi )
v Dapat
menoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
v Tidak
ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Tidak
ada penurunan kesadaran
|
Cardiac
care
-
Evaluasi adanya nyeri dada.
Intesitas, lokasi, durasi)
-
Catat adanya distermia jantung
-
Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output
-
Monitor status kardiovaskuler
-
Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
-
Monitor status pernafasan yang
mendadakan gagal jantung
-
Monitor abdomen sebagai indicator
penurunan perfusi
-
Penurunan blance cairan
-
Monitor adanya perubahan tekanan
darah
-
Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiartmia
-
Atur periode latihan dan istirahad
untuk menghindari kelelahan
-
Monitor toleransi aktivitas
pasien
-
Monitor adanya dyspneu, fatigue,
takipneu dan ortopneu
-
Anjurkan untuk menurunkan stress.
Vital sign monitoring
-
Monitor TD, nadi, suhu dan RR
-
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
-
Monitor VS saat pasien berbaring
duduk, atau berdiri
-
Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
-
Monitor TD,nadi RR,sebelum, dan
sesudah aktivitas
-
Monitor kualitas dari nadi
-
Monitor adanya pulsus paradoksus
-
Monitor adanya pulsus alterans
-
Monitor jumlah dan irama jantung
-
Monitor jumlah dan irama jantung
-
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
-
Monitor suara paru
-
Monitor pola pernapasan abnormal
-
Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
-
Monitor sianosis perifer
-
Monitor adanya chusing trias (
tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
-
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
|
f.
|
Gangguan eliminasi urin
|
NOC
|
NIC
|
Definisi: disfungsi pada eliminasi urine.
Batasan karakteristik:
·
Disuria
·
Sering berkemih
·
Anyang-anyangan
·
Inkontinensia
·
Nokturia
·
Retensi
·
Dorongan
Faktor yang berhubungan:
·
Obstruksi anatomic
·
Penyebab multiple
·
Gangguan sensori motorik
·
Infeksi saluran kemih
|
v
Urinary elimination
v
Urinary continuence
Kriteria hasil:
v
Kandung kemih kosong secara penuh
v
Tidak ada residu urine >100-200 cc
v
Intake cairan dalam rentang normal
v
Bebas dari ISK
v
Tidak ada spasme bladder
v
Balance cairan seimbang
|
Urinary Retention Care
-
Lakukan penilaian kemih yang komperehensif berfokus pada inkontinensia
(misalnya; output urin, output urin, pola berkemih kemih, fungsi kognitif,
dan masalah kencing praeksisten)
-
Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti
alpha agonis
-
Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium
channel blockers dan antikolinergik
-
Menyediakan penghapusan privasi
-
Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet
-
Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut,
membelai tinggi batin, atau air
-
Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)
-
Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
-
Menyediakan manuver crede, yang diperlukan
-
Gunakan double-vold teknik
-
Masukan kateter kemih, sesuai
-
Anjurkan pasien atau kelurga untuk merekam output urin, sesuai
-
Instrusikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja
-
Memantau asupan dan keluaran
-
Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
-
Membantu dengan toilet secara berkala, sesuai
-
Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa, sesuai
-
Menerapkan katerisasi intermiten, sesuai
-
Merujuk ke spesialis kontinensia kemih, sesuai
|
g.
|
Resiko
Infeksi
|
NOC
|
NIC
|
Definisi
: Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
Faktor-faktor
resiko :
·
Penyakit kronis
- Diabetes melitus
- Obesitas
·
Pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemanjanan patogen
·
Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
-
Gangguan perintalsis
-
Kerusakan Integritas kulit
(pemasangan kateter intravena, prosedur invansif)
-
Perubahan sekresi pH
-
Penurunan kerja siliaris
-
Pecah ketuban dini
-
Pecah ketuban lama
-
Merokok
-
Stasis cairan tubuh
-
Trauma jaringan (mis trauma
destruksi jaringan)
·
Ketidakadekuatan pertahanan
sekunder
-
Penurunan hemoglobin
-
Imunosupresi tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk Imunosupresan, steroid, antibodi monoclonal,
Imunomudulator)
·
Vaksinasi tidak adekuat
·
Pemajanan terhadap patogen
lingkungan meningkat
-
Wabah
·
Prosedur Invansif
·
Malnutrisi
|
-
Immune Status
-
Knowledge : Infection control
-
Risk control
Kriteria
Hasil :
-
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
-
Mendeskripsikan penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
-
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
-
Jumlah leukosit dalam batas normal
-
Menunjukkan perilaku hidup sehat
|
Infection
Control (Kontrol Infeksi).
- Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Pertahankan
teknik isolasi
- Batasi
pengunjung bila perlu
- Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
- Gunakan
sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Cuci
tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan
baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Ganti
letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan
kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kantong kencing
- Tingkatkan
intake nutrisi
- Berikan
terapi antibiotik bila perlu
Infection
Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor
hitung granulosit, WBC
- Monitor
kerentanan terhadap infeksi
- Batasi
pengunjung
- Sering
pengunjung terhadap penyakit menular
- Pertahankan
teknik asepsis pada pasien yang beresiko
- Pertahankan
teknik isolasi k/p
- Berikan
perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi
kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi
kondisi luka / insisi bedah
- Dorong
masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong
masukkan cairan
- Dorong
istirahat
- Instruksikan
pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan
cara menghindari infeksi
- Laporkan
kecurigaan infeksi.
-
Laporkan kultur positif
|
h.
|
Kerusakan Integritas Kulit
|
NOC
|
NIC
|
Definisi
:
Perubahan/gangguan epidemis dan/atau demis
Batasan
karakteristik:
·
kerusakan lapisan kulit (dermis)
·
gangguan permukaan kulit
(epidermis)
·
invasi struktur tubuh
Faktor
yang berhubungan :
·
eksternal :
-
zat kimia, radiasi
-
usia yang ekstrim
-
pelembapan
-
hipertermia, hipotermia
-
faktor mekanik (mis. gaya gunting
(shearing forces)
-
medikasi
-
lembab
-
imobilitasi fisik
·
Internal
-
perubahan status cairan
-
perubahan pigmentasi
-
perubahan turgor
-
faktor perkembangan
-
kondisi ketidakseimbangan nutrisi
(mis. obesitas, emasiasi)
-
penurunan imonologis
-
penurunan sirkulasi
-
kondisi gangguan metabolik
-
gangguan sensasi
tonjolan tulang
|
v Tissue
Intergrity: skin and mocous membranes
v hemodyalis
akses
kriteria
hasil :
v integritas
kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, higmentasi
v tidak
ada luka/lesi pada kulit
v perkusi
jaringan baik
v menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang
mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
|
Pressure
management
-
anjurkan pasien untuk mengguanakn
pakaian yang longgar
-
hindari kerutan pada tempat tidur
-
jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
-
mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap 2 jam sekali
-
monitor kulit akan adanya
kemerahan
-
oleskan lotion atau minyak/baby
oil pada daerah yang tertekan
-
monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
-
monitor status nutrisi pasien
-
memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
Insision site care
-
membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup denag jahitan, klip
atau straples
-
monitor proses kesembuhan area
insisi
-
monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
-
bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, menggunakan lidi kapas steril
-
gunakan preparat antiseptik,
sesuai program
-
ganti balutan pda interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Dialysis
Acces Maintenance
|
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Burst abdomen
atau abdominal wond dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga
menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal
ini merupakan satu komplikasi post operasi dan penutupan luka di dalam perut.
Burst abdomen di pengaruhi oleh factor-faktor pre –operasi, operasi, dan
post-operasi. Pada pasien Burst abdomen dapat di temukan masalah sebagai
berikut : Nyeri berhubungan dengan terbukanya
luka post operasi, pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan,
resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée dari luka
pembedahan,
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif
pasca operasi. Pada tahap evaluasi pada diagnosa prioritas
perawat telah melaksanakan sesuai dengan intervensi namun tujuan belum tercapai
masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan namun pada diagnosa
ansietas perawat telah melaksanakannya juga berdasarkan pada intervensi yang telah diencanakan dan tujuan tercapaimasalah teratasi.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1.
Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Burst Abdomen dan meningkatkan pengetahuan
dengan membaca buku-buku dan mengikuti
seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2.
Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik
komunikasi terapeutik dan melakukan pengkajian agar kualitas pengumpulan data
dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan baik.
3.
Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga,
Saktya. 2011. Asuhan keperawatan pada
burst abdomen.
Br
Med J. 1966. Burst Abdoment. British Medical Journal :
Brunner
& Suddarth. 1997. Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.MediAction
Publishing. Edisi Revisi Jilid 2. 2013.
http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/27/asuhan-keperawatan-burst-abdoment/. Diaskes pada 25 maret 2014
Kumalasari,
Arief Mutaqqin. 2011. Ganguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin,Arif.2012.Pengkajian keperawatan : Aplikasi pada praktik klinik.Jakarta
:Selemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar