ETIKA
BERKOMUNIKASI
DENGAN TENAGA
KESEHATAN LAIN
Kata pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kepada alloh SWT atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliyah
pengembangan kepribadian. Dalam makalah ini kami menerangkan
tentang bagaimana etika
dalam berkomunikasi, karna kami selaku mahasiswa harus mengerti dan tahu tata
cara berkomunikasi yang baik dengan
masyarakat.
Karna itu kami selaku manusia biasa
mempunyai banyak kekurangan, kami
berharap kritik dan saran yang membangun
bagi para pembaca bisa memberi kami wawasan baru dan bisa memberi
motivasi agar kami
kedepannya bisa lebih baik. Semoga makalah ini bisa bermanfaat ,dan kami minta
maaf jika ada kekurangan dan kesalahan pada penulisan makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Surabaya, 14 April 2014
Penyusun
i
Daftar
isi
Daftar
isi.............................................................................................................................
i
Kata pengantar....................................................................................................................
ii
BAB I ( Pendahuluan )
A. Latar belakang
.................................................................................................. 1
B.
Trend dan Issue yang Terjadi ........................................................................... 2
BAB II ( Pembahasan )
1.1 Pemahaman kolaborasi…………………………………………………….. 4
1.2 Anggota Tim interdisiplin…………………………………………………. 5
1.3 Kode etik keperawatan Indonesia………………………………………… 11
BAB III ( Penutup
)……………………………………………………………………. 14 Daftar pustaka ………………………………………………………………………… 15
ii
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Kolaborasi
merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan
kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung
gugat.
Namun demikian
kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya
yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint
Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak
ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya
kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Berdasarkan
kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya
dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu
proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan
dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan
keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994,
setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan
professional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi
sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat
merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan
dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan
saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk
merawat individu, keluarga dan masyarakat. (www.nursingword.org/readroom,)
Efektifitas
hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas
hidup.
Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita
gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada
konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan
dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai
serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan
kepada pasien. Pertanyaannya apakah kolaborasi dokter dan perawat telah terjadi
dengan semestinya?
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh
mengenai trend dan issue mengenai pelaksanaan kolaborasi perawat-dokter,
mengingat bahwa kerjasama antara dokter-perawat merupakan salah satu faktor
sangat penting untuk mencapai keberhasilan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien.
B.
Trend dan Issue yang Terjadi
Hubungan
perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan
teknik dalam melakukan proses
kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta
budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai
penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses
Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan
bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga
berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg,
2003).
Terdapat
hubungan korelasi positif antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan
kualitas hasil yang didapatkan pasien.Hambatan kolaborasi dokter dan perawat
sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status
dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi
pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. \
Dokter cenderung
pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar
dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi
dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada
perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi
diantara keduanya.
Dari hasil
observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi
medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi
asuhan keperawatan yang meliputi proses keperawatan tidak ada.
Disamping itu
hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan
swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta
kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung
Isu-isu
tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya
pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
BAB II
Pembahasan
1.1 Pemahaman kolaborasi
Pemahaman
mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang
dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi
memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter
saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk
sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus
berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam
masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan
dokter dan pasien.
Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering
terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan
tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama periode tersebut hampir
tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional
kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan
para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak
seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien
menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat diberikan
kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien,
merencanakan intervensi,
Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu
individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan
atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal
perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah
sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit
perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan
prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan
yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi
adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi
petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan
suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan
dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap
perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
1.2 Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan
kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan
yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika
terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan
terbaik.
Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli
gizi, manager, dan apoteker. Oleh
karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Pasien secara integral adalah anggota
tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah
kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien
yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai
anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari
praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki
peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi
ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana
membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi
menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam
mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi
kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi.
seperti skema di bawah ini.
·
Autonomy
Autonomi
berasal dari bahasa latin, yaitu autos, yang berarti sendiri, dan nomos
yang berarti aturan. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Contoh tindakan yang tidak
memperhatikan memperhatikan otonomi adalah:
a)
Melakukan sesuatu bagi klien tanpa
mereka doberi tahu sebelumnya
b)
Melakukan sesuatu tanpa memberi
informasi relevan yang penting diketahui klien dalam membuat suatu pilihan.
c)
Memberitahukan klien bahwa keadaanya
baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan.
d)
Tidak memberikan informasi yang lengakap
walaupun klien menghendaki informasi tersebut.
e)
Memaksa klien memberi informasi tentang
hal – hal yang mereka sudah tidak bersedia menjelaskannya.
·
Responsibility
·
Cooperation
·
Communication
·
Coordination
·
Common
purpose
·
Mutuality
·
Assertiveness
Asertif adalah dari perkataan
Inggeris 'assertive', yang diberi makna dalam kamus English-Melayu Dewan Bahasa
dan Pustaka adalah sebagai "menyatakan,
menegaskan atau menuntut". Sementara Webster's Third International
Dictionary memberi penerangan "assert" bermakna "to state or affirm positively, assuredly,
plainly or strongly."
Dalam
perbincang kaunseling kelakuan asertif ialah "kita melahirkan perasaan dan
tindakan kita secara jujur, berterus terang dan ikhlas tanpa mencabuli
batas-batas hak orang lain. Dengan ertikata , kita menghurmati diri kita dan
dalam masa yang sama kita menghurmati diri orang lain. Kita bertindak dalam
sempadan hak kepunyaan kita, kita mengawal diri kita dan tidak membenarkan
orang lain mengawal diri kita. Kita tidak campur tangan dalam sempadan hak
orang lain.
Ini
bermakna, berkelakuan asertif adalah kita yang mengawal hidup diri kita sendiri
serta tidak pula mengawal hak mutlak orang lain.
Dalam
hidup bermasyarakat masalah perhubungan dan konflik tidak dapat dielakkan .
Dalam rumahtangga, tempat kerja, dipejabat , disekolah malah ditempat ibadat
pun masih wujud masalah perhubungan. Kepelbagaian kelakuan dan perbezaan
kelakuan ini tidak seharusnya mempengaruhi kita mengikut jejak orang lain
terutama kelakuan pasif dan agresif.
Gangguan
emosi boleh wujud dengan segera disebabkan daripada masalah perhubungan.
Perhubungan suami isteri boleh bertukar kepada perselisihan, perhubungan
persahabatan boleh bertukar kepada permusuhan begitu juga perhubungan ibubapa
dengan anak remaja ataupun anak menantu.
Mudah-mudahan
dengan bersikap asertif, memperkatakan sesuatu secara berpatutan, bertindak
secara menghurmati orang lain, dapat mewujudkan perhubungan yang tulin dan
harmoni dikalangan sesama kita. Sekurang-kurangnya kita menyedari bahawa kita
adalah hamba Allah yang dijadikan untuk mengabdikan diri kepadaNya, dengan
menyedari bahawa kita mempunyai beberapa kekurangan dan hidup dimuka bumi ini
sebagai "sharing" atau perkongsian sesama kita.
Untuk
menjadi asertif , maka perlunya kita mempunyai kemahiran asertif dan
pengetahuan mengenai dengannya untuk membantu kita bersikap asertif.
·
Efective collaboration
·
Elemen kunci efektifitas kolaborasi
Kerjasama adalah
menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif
pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam
tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus
terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi
yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang
yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi
didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk
masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab.
Hensen menyarankan konsep dengan
arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang
memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh
keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan
adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya,
kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung
jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan diteka dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja
sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan
kolaborasi team :
1.
Memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
2.
Produktivitas maksimal serta
efektifitas dan efesiensi sumber daya
3.
Peningkatnya profesionalisme dan
kepuasan kerja, dan loyalitas
4.
Meningkatnya kohesifitas antar
profesional
5.
Kejelasan peran dalam berinteraksi antar
professional.
6.
Menumbuhkan komunikasi,
kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan
issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat
perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional.
Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah
untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan
malpraktik keperawatan.
Perlu ada
kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab
hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga
harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi
perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)
Pertemuan
profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam
lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator
demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau
kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan.
Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan
tingkat.
Pendidikan
perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Ronde bersama yang dimaksud adalah
kegiatan visite bersama antara dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun
mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah
dilakukan kepada pasien.
Dokter dan
perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara
efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak
dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan
ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk
membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan
diantara anggota tim.
Komunikasi
dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status
kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara
efektif.
Pendidikan
perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional
dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang
spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan
keahlian perawat
1.3 Kode etik keperawatan Indonesia :
1.
Tanggung jawab perawat terhadap
individu, keluarga dan masyarakat
a.
Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya
senantiasa berpedoman kepada tanggungjawab yang bersumber dari adanya kebutuhan
akan keperawatan, individu, keluarga dan masyarakat.
b.
Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya di
bidang keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati
nilai-nilai budaya, adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari
individu, keluarga dan masyarakat.
c.
Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi
individu, keluarga dan masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.Tanggungjawab terhadap
tugas
d.
Perawat senantiasa menjalin hubungan
kerja sama dengan individu, keluarga dan masyarakat dalam mengambil prakarsa
dan mengadakan upaya kesehatan khususnya serta upaya kesejahteraan umum sebagai
bagian dari tugas kewajiban bagi kepentingan masyarakat.
2.
Tanggungjawab terhadap tugas
a.
Perawat senantiasa memelihara mutu
pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam
menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu, keluarga dan masyarakat.
b.
Perawat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya
kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
c.
Perawat tidak akan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan
norma-norma kemanusiaan.
d.
Perawat dalam menunaikan tugas dan
kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh
oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
e.
Perawat senantiasa mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalihtugaskan
tanggungjawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
3.
Tanggungjawab terhadap sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya
a.
Perawat senantiasa memelihara hubungan
baik antara sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam
memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
b.
Perawat senantiasa menyebarluaskan
pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya kepada sesama perawat serta
menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam bidang keperawatan.
4.
Tanggungjawab terhadap profesi
keperawatan
a.
Perawat senantiasa berupaya meningkatkan
kemampuan profesional secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan
menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.
b.
Perawat senantiasa menjunjung tinggi
nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi
yang luhur.
c.
Perawat senantiasa berperan dalam
menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan
dalam kegiatan dan pendidikan keperawatan.
d.
Perawat secara bersama-sama membina dan
memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
5.
Tanggungjawab terhadap pemerintah,
bangsa dan Negara
a.
Perawat senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam
bidang kesehatan dan keperawatan.
b.
Perawat senantiasa berperan secara aktif
dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
BAB III
Penutup
Untuk mencapai
pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus
berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat
menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki
kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi
kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Banyaknya faktor
yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima, berbagi tanggung
jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi.
Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi
terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental
Of Nursing; Collaborating for Optimal Health, Second Editions. Apleton and
Lange. Prenticehall. USA
Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current
Issue in Nursing. 6th Editian . Mosby Inc.USA
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN.,
FAAN , alih bahasa Indraty Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ;
Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta
www. Nursingworld. 1998.: Collaborations and
Independent Practice: Ongoing Issues for Nursing. Diakses pada tanggal 12 Maret
2007
www. Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era
Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter. Diakses pada tanggal 20
Maret 2007
www.pikiran-rakyat.com/cetak.
2002 : Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
www. nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing –
Physician workplace Collaboration. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
www.nursingworld. Canon. 2005. New
Horizons for Collaborative Partnership. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in
Collaboration. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007