BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension)
atau yang disebut hipertensi paru, barangkali belum familiar di telinga.
Padahal ini adalah jenis penyakit fatal yang menyerang banyak orang pada usia
produktif. Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali lipat
dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini
diturunkan, atau terkait faktor genetik.
Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi
pulmonal saat ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang
per tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang sebenarnya
diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih minim.(wanita )
Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis
dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit
ini. Mereka yang menderita hipertensi pulmonal kebanyakan tidak terobati.
Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak
tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi
kualitas hidup yang lebih baik.
Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik,
hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain
karena faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita
hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa
mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat
meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. endala
lain adalah banyak gejala yang dikaitkan dengan hipertensi paru ternyata tidak
spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga tak heran diagnosis penyakit
ini kian sulit saja.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut
mengenai hipertensi pulmonal yang kurang diketahui oleh masyarakat, khususnya
mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien hipertensi pulmonal. Sehingga diharapkan
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien hipertensi
pulmonal.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana konsep teori dari hipertensi pulmonal?
- Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi pulmonal?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipertensi pulmonal
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi hipertensi
pulmonal.
2. Mengetahui dan memahami etiologi hipertensi
pulmonal.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi
hipertensi pulmonal.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis
yang dapat ditemukan pada klien dengan hipertensi pulmonal.
Pmx diagnostik?
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan
klien dengan hipertensi pulmonal.
6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
dari hipertensi pulmonal, meliputi :
- Pengkajian
- Diagnosa keperawatan
- Perencananaan Intervensi Keperawatan
- WOC
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi pulmonal, serta
mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi Pulmonal
Hypertensi
Pulmonary
atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat
secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini
ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru
yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung
kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun
1891.
Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi
pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder.
- Primer
Merupakan
hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering
terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun
diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan
dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta
penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya
gejala sekitar 2-3 tahun.
- Sekunder
Merupakan
bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang
diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal
sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.
Namun kemudian
diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat mirip dengan IPAH
dalam hal gambaran histopatologis, natural history, dan respon terhadap
terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian membagi
hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas
a.
Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran
hemodinamik kelompok ini adalah:
·
Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25
mmHg pada istirahat, atau > 30 mmHg pada aktivitas fisik,
dan
·
Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) >
15 mmHg, dan
·
Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan
gradien transpulmonal (gradien tekanan tekanan diastolik arteri pulmonal
dan PCWP)
b.
Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini
disebabkan oleh kelainan pada atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung
kiri.
c.
Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan
penyakit paru-paru atau hipoksemia. Penyebabnya antara lain penyakit paru
interstitial, PPOK, sleep-disordered breathing, kelainan hipoventilasi
alveoli, dan sebab-sebab lain dari hipoksemia.
d.
Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh
penyakit trombotik dan embolik kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah
oklusi trombus di proksimal atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit
tromboembolik kronis), atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis).
e.
Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini
disebabkan oleh inflamasi, obstruksi mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada
pembuluh darah paru (misalnya pada sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing
mediastinitis).
2.2 Etiologi
1.
Hipertensi pulmonal pasif
Agar darah dapat mengalir melalui paru dan
kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis
harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap
kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral,
insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.
2.
Hipertensi pulmonal reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena
pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol
pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap
pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri
pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat
dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal
jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial.
3.
Aliran darah dalam paru yang meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila
disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang
sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi peningkatan
tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya
sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar
dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung.
4.
Vaskularisasi paru yang berkurang
Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi
paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri
pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan
embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam
paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang
luas dan pada hipertensi pulmonal idiopatik.
2.3 Manifestasi Klinis
1.
Gejala yang timbul biasanya berupa :
1.
sesak nafas yang timbul secara bertahap
Untuk meningkatkan secara bertahap atau
mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek
dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam)
2.
kelemahan
3.
batuk tidak produktif
4.
pingsan atau sinkop
Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya
mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode
sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu.
5.
edema perifer (pembengkakan pada tungkai
terutama tumit dan kaki)
Pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan
kaki, terutama pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan. Pemasukan
garam menyebabkan retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan
tidak.
Gejala yang
jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah).
2.
Tanda hipertensi pulmonal berupa :
1.
Distensi vena jugularis
2.
Impuls ventrikel kanan dominan
3.
Komponen katup paru menguat.
4.
S3 jantung kanan
a.
Murmur tricuspid
b.
Hepatomegali
Kelainan hepatomegali terjadi karena
peningkatan kerja jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui
resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan
dilatasi dari ventrikel kanan
Karena pada hipertensi pulmonal, curah jantung
berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel kanan
sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap
saat. Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala
yang umumnya ditemukan. Edema biasanya terlihat pada keadaan yang lanjut,
sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya pembuluh darah
yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan anggota gerak yang
dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena
jugularis meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah, komponen
pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula “pulmonary ejection
click” dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada daerah tricuspid,
bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya
irama derap atrium pada daerah tricuspid.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Non Invasif
Pertama kali mencurigai klinis hipertensi
pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk
mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk menentukan
beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan
pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal.
1.
Ekokardiograf
Pada pasien
yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya
dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup,
disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik
ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila
pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk
menilai tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai
kualitatif. Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan
ventrikel kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard
menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.
2.
Tes berjalan 6 menit
Pemeriksaan
yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi
pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan
sebagai pengukur kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki
prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian
untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan
ahli dalam penilaian.
3.
Tes fungsi paru
Pengukuran
kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik
(FEV1), ventilasi volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida,
volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam
pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat mengidentifikasi secara significan
obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi
pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik
sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP.
4.
Radiografi Torak (Ro Torak)
Khas parenkim
paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau
membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran
khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan
arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.
5.
Elektrokardiografi
Gambaran
tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel
kanan, terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain
ventrikel kanan ,dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai
prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan (panah
panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer. Deviasi
sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II
(panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang
sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi
ventrikel kanan.
6.
CT Scan Resolusi Tinggi
CT Scan
dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer
atau hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim
paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat
kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit tromboemboli paru.
b.
Pemeriksaan Invasif
1.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi
jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur
resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja
singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat
dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila didapatkan penurunan
tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari
tekanan awal.
Kateterisasi
jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standart untuk
konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP ≥25 mHg
pada saat istirahat, atau ≥30 mmHg pada saat aktivitas. Kateterisasi membantu
diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan
memberikan informasi penting untuk prosnotik hipertensi pulmonal.
Pengukuran Kateterisasi Jantung pada Klien PAH
·
Systemic arterial pressure (BP) and heart rate
(HR)
·
Right arterial pressure (RAP)
·
Right ventrikuler pressure (RVP)
·
Pulmonaly artery pressure (PAP)
·
Pulmonaly capillary wedge pressure (PCWP)
·
Cardiac output and index
·
Pulmonaly vasoreactivity
·
Sistemic and pulmonaly arteril oxygen
saturation
Hemodinamik
adalah prognostik untuk hipertensi pulmonal primer, nilai prognostik pengukuran
hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak
mendapat terapi vasodilator sedangkan bila RAP ≥ 20mmHg harapan hidupnya kurang
dari 3 bulan.
2.
Tes vasodilator
Vasoreaktivitas
adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien
yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan
blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan
rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10 mmHg dengan penignkatan kardiak
output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah
klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl.
3.
Biopsi paru
Jarang
dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di
indikasikan bila klien yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan
pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.
2.5 Penatalaksanaan
- Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk
mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan menggunakan obat-obatan seperti :
diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara memperbaiki katup
jantung mitralatau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal
pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi
oksigen merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari
penelitian terapi tersebut belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi
penyakit tersebut.
a. Obat-obatan
vasoaktif
Obat-obat
vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor
endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut
bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah
obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun
2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal
Untuk
vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara
lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor,
Antagonis Kalsium dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai
vasodilator, tetapi juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet,
mencegah cedera sel endotel dan memperbaiki cedera sel endotel.
Pasien yang
diberikan Beraprost, memiliki harapan hidup yang lebih baik (86%) dibandingkan
yang tidak diberi Beraprost (75%). Hal ini karena Beraprost bekerja sebagai
vasodilator yang menurunkan curah jantung dan ini mengurangi beban ventrikel
kanan, menghambat progresifitas gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi
olahraga dan meningkatkan harapan hidup.
2.
Terapi bedah
Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial
septostomy) yang dapat menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri
dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini
dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat
menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan
angka harapan hidupnya kurang lebih selama 5 tahun.
a. Atrial
septosotomi
Blade ballon
atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan ventrikel kanan yang
berat. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan
perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Septastotomi atrial harus dilakukan
pada. fasilitas yang memadai dan operator yang berpengalaman
b. Thromboenarterectomy
pulmonary
Menjadi pilihan
pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit
tromboembolik kronik. Dilakukan melalui median stertonomi pada cardiopulmonary
baypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari
5%.
3.
Transplantasi paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif
dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan pada
beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang
tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan
registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer
memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di
tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri
paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan. Kambuhnya
hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan.
2.6 Komplikasi
- Gagal jantung kanan
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan
pengerasan pembuluh darah dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung
dalam memompa darah ke paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang terkena akan
menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah
meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik
jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru
berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung
kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga
menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk
mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas
2.
Gagal Nafas
2.7
Prognosis
Prognosis hipertensi pulmonal sekunder
terhantung pada penyakit yang mendasarinya. Pasien dengan hipertensi pulmonal
karena obliterasi jaringan vaskuler di paru biasanya berespon jelek terhadap
terapi; bertambahnya gejala cor pulmonale pada kasus ini mengindkasikan
prognosis yang jelek. Prognosis bisa lebih baik bila hipertensi pulmonal dan
kondisi yang menyebabkannya telah membaik.
2.8
WOC Hipertensi
Pulmonal
tekanan arteri pulmonal
|
gagal jantung kiri, HIV, PPOK,
emfisema
|
aliran darah pada arteri pulmonal
|
Pembuluh darah paru
rusak/tersumbat
|
Pembuluh darah paru paru
rusak/tersumbat
|
Sesak nafas, kelemahan, batuk, nyeri.
|
≠ diket penyebabnya
|
Primer
|
HIPERTENSI PULMONAL
|
Kondisi medis lain
|
Sekunder
|
Pengerasan pembuluh darah di paru
|
Kerja jantung berat
|
Gagal jantung kanan
|
Pusing karena hipoksia pada otak.
|
Mual, muntah, malas makan.
|
Penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan
|
Penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas, kelemahan.
|
Aliran darah ke paru terganggu
menurun
|
Hipoksia Paru
|
Cardiac output turun
|
Edema Perifer
|
Kardiovaskular B2 (Blood)
|
Muskuloskeletal / integument B6 (bone)
|
Pernafasan B1 (Breath)
|
Persyarafan B3 (brain)
|
Pencernaan B5 ( bowel)
|
Perkemihan B4 (bladder)
|
Tekanan
pembuluh darah meningkat.
|
Sesak nafas bertahap, batuk tidak
produktif, kelemahan, pingsan, sinkop, edema perifer, hemoptisis (jarang)
|
Distensi vena jugularis, impuls
vent kanan dominan, komponen katup paru menguat, murmur tricuspid,
hepatomegali, edema perifer
|
gagal jantung, oksigen yang kurang, edema
perifer, distensi vena jugularis.
|
Gangguan keseimbangan cairan dan Nutrisi.
|
Penurunan kesadaran
|
Gangguan oksigenasi
|
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTENSI PULMONAL
3.1 Pengkajian
a.
Identitas / biodata klien
1. Nama Pasien : Ny.
E
2. Umur : 55 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Pendidikan : SMP
6. Alamat : Pumpungan
7. Agama : Islam
8. Tanggal masuk Rumah Sakit : 02/02/2010
Pukul 09.30 WIT
9. Tanggal Pengkajian : 08/02/2010
Pukul 09.30 WIT
10. No. Registrasi : 007675
11. Diagnosa Medis : Plumonal
Hipertensi
12. Rumah Sakit : R.S.U
A
13. Ruangan : R.I.W
(Ruangan Intern Wanita)
Keluarga :
1. Nama : Tn. U
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Hubungan dengan klien : Suami
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Alamat : Rumah Tiga
6. Agama : Islam
b. Riwayat
Kesehatan
a.
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama
saat masuk rumah sakit : Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik.Dispnea
saat aktivitas, fatique dan sinkop, nyeri.
b.
Riwayat kesehatan dahulu :
Gagal jantung
kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan,
peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea,
emfisema
c.
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan
surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ.
- Otak – sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
- Mata – retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
- Jantung – gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)
- Ginjal – penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.
3.2 Review of Sistem pada klien hipertensi
pulmonal
1). Pernafasan B1 (breath)
a.
sesak nafas yang timbul secara bertahap
b.
kelemahan
c.
batuk tidak produktif
d.
gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis
e.
nyeri (pada hipertensi pulmonal akut)
2). Kardiovaskular B2
(blood)
a.
tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan
aliran darah terganggu
b.
gagal jantung kanan
c.
oksigen yang kurang dari normal
d.
edema perifer (pembengkakan pada tungkai
terutama tumit dan kaki)
e.
distensi vena jugularis
f.
hepatomegali
3). Persyarafan B3 (brain)
a.
pusing
4). Perkemihan B4 (bladder)
a.
normal
5). Pencernaan B5 (bowel)
a.
normal
6). Muskuloskeletal/integument
B6 (bone)
a.
penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas
b.
kelemahan
Klasifikasi Data
DS : Pasien mengatakan :
- Sakit kepala
- Mual dan kurang nafsu
makan
- Sesak nafas
- Nyeri pada dada
seperti di tusuk-tusuk
- Pusing
-
Cemas dengan penyakit yang dialami
- Mudah lelah saat
beraktifitas
DO : ( Data Objektif )
K/U Lemas
Kesadaran Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
T/D : 130/80 mmHg
N :
80 x / menit
S :
36 oC
R :
29x/menit
Pasien batuk
Pasien nampak sesak
Bunyi napas ronchi
Irama pernapasan bradipnea
Berat badan menurun 20 kg
dari 70 kg
Pasien nampak gelisah
Pasien kurang nafsu makan
Pasien nampak
mengelus-elus daerah dada
Sebagian aktifitas dibantu
oleh perawat dan keluarga
Porsi makanan yang
dihabiskan ½ porsi
Kualitas nyeri sedang
Skala 5-6
Sifat keluhan hilang
timbul
Tidur malam 4-5 jam
Tidur siang + 15
menit
3.3 Analisa Data
Nama Pasien :
Ny. E
Umur :
55 Tahun
No. Register :
007675
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
I
|
DS : pasien mengatakan
- Batuk
-
Nafas sesak jika bernapas
- Susah jikan menarik nafas
DO :
K/U Lemas
TTV T/D
: 130/80 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 360C
R : 29x/mnt
- Irama pernapasan bradipnea
- Pasien batuk
- Pasien nampak pucat
- Membran mukosa sianosis
- Pasien nampak sesak
|
Penurunan
energi, kelelahan, Infeksi paru.
|
Bersihan jalan napas tidak efektif
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
II
|
DS : pasien mengatakan
ü sakit pada dada jika batuk dan menyebar
ü Susah jikan menarik nafas
ü Pasien mengatakan sakit dada sepeti
ditusuk-ttusuk
DO :
ü Pasien nampak
Mengelus-ngelus
daerah dada
Wajah
pasien meringis
Kualitas
nyeri sedang
Skala 5-6
Sifat
keluhan hilang timbul
|
Peningkatan tekanan pada dinding diafragma
|
Nyeri dada
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
III
|
DS : pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang dialami.
DO :
-
Pasien bertanya tentang keadaannya
-
Pasien nampak gelisah
|
Persepsi pasien terhadap penyakit
|
Ansietas
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
IV
|
DS : Pasien mengatakan
-
Ada rasa mual.
-
Kurang nafsu makan
DO :
K/U Lemah
Pasien
anoreksia
BB Menurut
20 Kg dari 70 kg
Penurunan
turgor kulit
Porsi yang
dihabiskan ½
|
Anoreksi
|
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
V
|
DS : Pasien mengatakan
Mudah lelah jika terlalu banyak beraktifitas
DO :
K/U Lemas
Sebagian
aktifitas dibantu perawat dan keluarga
|
Kelemahan fisik
|
Intoleransi aktifitas
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
VI
|
DS : Pasien mengatakan
Kurang bisa tidur jika batuk
Jarang tidur siang
Sering terbangun
DO : (Data
objektif)
Tidur
malam 4-5 jam
Tidur
siang + 15 menit
Pasien
nampak gelisah
|
Adanya rangsangan
Batuk yang berlebihan
|
Perubahan pola strahat dan tidur
|
3.4 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
hipertensi pulmonal antara lain:
- Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
- Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
- Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
- Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
- Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
3.5 Intervensi
- Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
Tujuan
: Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas
Kriteria Hasil :a.
Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas
b. Secara objektif didapatkan tanda vital
dalam batas normal (RR 16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas,
analisa gas darah dalam batas normal.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Evaluasi perubahan tingkat
kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa
dan kuku
|
Perubahan warna kulit, membrane
mukosa dapat mengindikasikan gangguan perfusi gas ke jaringan terganggu.
|
2.
|
Berikan tambahan oksigen
|
Untuk meningkatkan konsentrasi
oksigen dalam proses pertukaran gas
|
3.
|
Pantau saturasi (oksimetri), PH,
BE, HCO3 dengan analisa gas darah
|
Untuk mengetahui tingkat oksigenasi
pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas
|
4.
|
Koreksi keseimbangan asam basa
|
Mencegah asidosis yang dapat
memperberat fungsi penapasan
|
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
d. Tanda-tanda vital normal
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Tingkatkan istirahat yang adekuat
|
Istirahat dapat menurunkan tingkat
nyeri
|
2.
|
Lakukan manajemen sentuhan
|
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Massase
ringan dapat meningkatkan aliran darah dan menurunkan sensasi nyeri
|
3.
|
Anjurkan tindakan pengurangan
nyeri untuk membantu pengobatan nyeri (misalnya, teknik relaksasi,atau
distraksi)
|
Teknik relaksasi,atau distraksi
dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri dan dapat meningkatkan
produksi endorfin dan enkafalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri.
|
4.
|
Kolaborasi pemberian analgesik
sesuai indikasi
|
Analgesik dapat menurunkan tingkat
nyeri
|
- Kelebihan volume cairan b.d edema perifer.
Tujuan
: Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis
Kriteria Hasil : a. Edema
ekstremitas berkurang
b. Produksi
urine > 600 ml/hari
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ukur intake dan output
|
Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
output urin
|
2.
|
Bantu posisi yang membantu
drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif
|
Meningkatkan aliran balik vena dan
mendorong berkurangnya edema perifer
|
3.
|
Kolaborasi berikan diet tanpa
garam
|
Natrium meningkatkan retensi
cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung
|
4.
|
Kolaborasi berikan diuretik,
contoh : furosemid, sprinolakton, hidronolakton
|
Diuretik bertujuan untuk
menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan risiko terjadinya edema paru
|
- Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
Tujuan
: Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal
Kriteria Hasil :
a. Tidak ditemukan dyspnea
b.
Turgor kulit bagus
c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal
|
Istirahat dapat mengurangi kerja
otot pernapasan dan penggunaan oksigen
|
2.
|
Atur posisi tirah baring yang
ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30cm
|
Dengan posisi kepala yang lebih
tinggi dapat mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang
kembali ke jantung yang dapat mengurangi kongesti paru
|
3.
|
Berikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi
|
Meningkatkan sediaan oksigen dapat
melawan efek hipoksia/iskemia
|
4.
|
Kolaborasi berikan antikoagulan,
contoh heparin dosis rendah, Warfarin (Coumadin)
|
Antikoagulan dapat mencegah
pembentukan trombus/emboli perifer
|
- Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, energi pasien dapat dihemat
Kriteria
Hasil : Pasien tidak
mengalami kondisi yang abnormal setelah melakukan aktivitas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat
|
Istirahat dapat menurunkan kerja
miokardium dan konsumsi oksigen
|
2.
|
Pertahankan klien tirah baring
sementara sakit akut
|
Tirah baring dapat mengurangi
beban jantung
|
3.
|
Pertahankan penambahan oksigen
sesuai program
|
Penambahan oksigen meningkatkan
oksigenasi jaringan
|
BAB 4
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru
yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari
hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder.hipertensi pulmonal
primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan
penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi
arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.
4.2 Saran
1.
Seorang perawat hendaknya memberikan suatu health
education kepada masyarakat agar hipertensi pulmonal dapat terminimalisir.
2.
Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat
sehingga memungkinkan penyakit-penyakit khususnya hipertensi pulmonal
bisa dihindari dan masyarakat dihimbau untuk mengerti terhadap bahaya penyakit
khususnya penyakit hipertensi pulmonal
DAFTAR PUSTAKA
Diane
C. Baughman, JoAnn C. Hackley. Keoerawatan Medikal-Bedah.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
Latief,
abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Lawrence
M. Tierney, Jr. Diagnosa dan Terapi KEDOKTERAN ILMU PENYAKIT DALAM.Jakarta
: Salemba Medika.
Muttaqin,
Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.Jakarta
: Salemba Medika.
Sudoyo,
Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Suzanne C.
Smeltzer, Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar