Jumat, 11 Maret 2016

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENCEGAHAN PENYAKIT KUSTA



SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
PENCEGAHAN PENYAKIT KUSTA
                                        

Topik                           : Pencegahan Penyakit Kusta
Sasaran                        : Komunitas
Hari/Tanggal               : Sabtu, 13 Juni 2015
Tempat                        : Aula Puskesmas
Waktu / Jam                : 20 Menit / 09.00 – Selesai.
 


I.              TUJUAN

1.    TIU (Tujuan  Intruksional Umum) :

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 20 menit, peserta mampu mengerti tentang  penyakit Kusta dan memahami cara pencegahan penyakit kusta.
2. TIK (Tujuan  Intruksional Khusus)
a.    Menjelaskan tentang penyakit Kusta
b.    Menjelaskan penyebab Kusta
c.    Menjelaskan tanda dan gejala Kusta
d.   Menjelaskan tentang pencegahan Kusta

II.           MEDIA

1.    Leaflet
2.    Power point

III.        METODA

1.    Ceramah
2.    Tanya Jawab


IV.        ORGANISASI KELOMPOK
1.        Penyaji              : Mariatul Qibtia, Z. Said
2.        Fasilitator I        : Musdzalifah
3.        Fasilitator II      : Mulyatati
4.        Fasilitator III     :  Habib Adi. S
5.        Fasilitator IV     : Nafira Fitriani Bahta
6.        Observer I         : Ikmal Riyandi
7.        Notulen             : Katharina Beku
8.        Moderator         : Husnulafifa Rumatiga
9.        Operator            : Fendi. S

V.           LANGKAH KEGIATAN

No.
Tahapan
Waktu
Kegiatan
1.
Pembukaan
5 menit
1.     Moderator menyampaikan salam.
2.     Moderator memperkenalkan nama  anggotanya
3.     Moderator menyampaikan tujuan dalam kegiatan.
2.
Penyampaian materi (isi)
10 menit
Penyaji menyampaikan materi :
1.   Menjelaskan tentang pengertian Kusta.
2.   Menjelaskan penyebab Kusta.
3.   Menjelaskan cara penularan Kusta.
4.   Menjelaskan gejala Kusta.
5.   Menjelaskan pencegahan Kusta.
3.
Tanya jawab
10 menit
1.     Peserta mengajukan pertanyaan yang tidak dimengerti.
2.     Fasilitator Menjawab pertanyaan dari peserta
4.
Penutup
5 menit
1.     Moderator melakukan evaluasi.
2.     Moderator menutup kegiatan.

VI.         SETTING TEMPAT

Penyaji
 
Keterangan :


 








Audiens
 










Operator
 

 





VII.     EVALUASI
1.        Struktur : Pada saat penyuluhan Leaflet dan Power point telah disiapkan  sebelum penyampaian materi.
2.      Proses : Penyuluhan berlangsung dengan baik, Peserta tertib dan sangat antusias memperhatikan pada saat penyampaian materi, penyuluhan mulai pukul 10.30 WIB tepat.
3.      Hasil : Peserta sudah mengerti tentang materi yang di sampaikan oleh moderator pada saat melakukan evaluasi.

VIII.  RESUME

Penyuluhan yang dilakukan berjalan dengan lancar dan tertib. Terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir pada saat penyuluhan dan memahami materi yang disampaikan oleh penyaji. Sebagian besar peserta sudah mengetahui pengertian, gejala serta cara pencegahan dari penyakit Kusta. Dengan adanya penyuluhan ini, masyarakat menjadi tahu dan lebih waspada serta berhati-hati dalam mewaspadai penyakit Kusta. terutama para peserta yang menghadir penyuluhan tersebut.



IX.        MATERI

1.        Pengertian Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun (lama) yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Penyakit tersebut menyerang kulit, saraf tepi dan dapat menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Kusta bukan penyakit keturunan, dan bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa atau makanan.
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan ukosa traktus respiratirius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Djuanda Adhi,2010)

2.    Penyebab penyakit kusta
Dibandingkan M.tuberculosis, basil tahan asam Mycobacterium leprae tidak memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain itu, kuman ini merupakan satu-satunya mikobakteria yang belum dibiakkan in vitro. Mikobakteria ini secara primer menyerang system saraf tepi dan terutama pada tipe lepromatosa, secara sekunder dapat menyerang seluruh organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran nafas bagian atas, system retikuloendotelial, mata, tulang dan testis. Reaksi imun penderita terhadap M.Leprae berupa reaksi imun humoral terutama pada lepra bentuk lepromatosa. (Wim de jong et al. 2005)
1)      Kusta bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
2)      Kusta bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak terdapat di selaput lender hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil-kecil tersebar diseluruh badan atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai rontoknya alis, menebalnya daun telinga.
3)      Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di masukkan kedalam jenis kusta basah.
2.      Cara penularan penyakit Kusta
a.       Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain dengan kontak lama melalui pernafasan.
b.      Kontak langsung yang lama dan erat melalui kulit.
c.       Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5%) yang tertular kusta.
d.      Jadi dapat dikatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang sulit menular.
e.       Kemungkinan anggota keluarga dapat tertular kalau penderita tidak berobat oleh karena itu seluruh anggota keluarga harus diperiksa.
3.   Gejala penyakit Kusta
1)      Makula hipopigmentasi / bercak putih pada kulit
2)      Hiperpigmentasi / perubahan warna kulit ( hitam).
3)      Eritematosa / bercak kemerahan pada kulit.
4)      Gejala kerusakan saraf (sensorik, motoric, autonom)
5)      Kerusakan jaringan (kulit, mukosa traktusrepiartosius atas, tulang-tulang jari dan wajah).
6)      Kulit kering dan alopesia.

Bagan diagnose klinis menurut WHO (1995)

Kusta PB (Pausabasilar)
Kusta MB
 (Multibasilar)
Lesi kulit (macula datar, papul yang meninggi, nodus)
Ø  1-5 lesi
Ø  Hipopigmentasi/eritema
Ø  Distribusi tidak simetris
Ø  Hilangnya sensasi yang jelas
Ø  > 5 lesi
Ø  Distribusi lebih simetris
Ø  Hilangnya sensasi kurang jelas
Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang di persarafi oleh saraf yang terkena)
Ø  Hanya satu cabang saraf
Ø  Banyak cabang saraf

5.    Pencegahan penyakit Kusta
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit yang dapat segera ditangani dan di cegah. Nah berikut ini adalah rekomendasi untuk mencegah penularan kusta:
1.         Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
2.         Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama
3.         Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
4.         Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan meningkatkan pemenuhan nutrisi.
5.         Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar keringat
6.         Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta
7.         Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet
8.         Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita yang sudah mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain.
9.         Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta.
10.     Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai mekanisme penularan kusta dan informasi tentang ketersediaan obat-obatan yang efektif di puskesmas.
Untuk masyarakat umum, jangan sampai mengucilkan penderita kusta, memang pada dasarnya penyakit kusta tersebut menular akan tetapi para penderita kusta juga memiliki hak untuk masih tetap dapat hidup bermasyarakat. Pada intinya, penderita kusta yang telah menjalani pengobatan, sedikit kemungkinan untuk dapat menularkan penyakitnya.
Para penderita kusta pada umumnya mereka mengalami penurunan kepercayaan diri dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Sebaiknya masyarakat dapat mendukung para penderita kusta untuk tetap memiliki keberanian dan kepercayaan diri hidup secara normal. Salah satu wujud kepedulian suatu kelompok masyarakat terhadap penderita kusta, maka didirikan suatu perkampungan khusus para penderita kusta. Perkampungan tersebut berada di Kecamatan Nganget Kabupaten Tuban, yang perkampungannya berada di tengah-tengah hutan. Mereka di sana mendapatkan pengobatan dan dorongan sosial, sehingga termotivasi untuk dapat kembali hidup secara normal.
6.        Komplikasi
Neuropati dapat menginduksi terjadinya trauma, nekrosis, infeksi sekunder, amputasi jari dan ekstremitas. Pengobatan kortikosteroid hanya 60% memperbaiki fungsi saraf. Kontraktur dapat menyebabkan kekakuan, yang akibatnya dapat terjadi clawing hand and feet. Terjadinya kelemahan dari hilangnya persarafan pada otot merupakan bukti terjadinya deformitas. Luka dapat menyebabkan “Charcot’s joint” yang merupakan penyebab utama terjadinya deformitas. Artritis/arthralgia dapat terjadi kira-kira 10% pada pasien dengan kusta dan gejala persendian yang ada hubungannya dengan reaksi.
Komplikasi pada mata yaitu keratitis yang dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk karena mata yang kering, insensitifitas kornea dan lagophtalmus. Keratitis dan lesi pada bilik anterior bola mata, umumnya terjadi iritis dan menyebabkan kebutaan. Juga dapat terjadi ektropion dan entropion, menurut penelitian resiko kopmlikasi mata terjadi pada pasien dengan tipe MB, setelah menyelasaikan MDT menjadi 5,6% dengan komplikasi kerusakan mata sebanyak 3,9%
7.  Pengobatan
Jika hasil pemeriksaan adalah sakit kusta, maka penderita harus minum obat secara teratur sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan.
1.   Obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister yang disebut MDT (Multi Drug Therapy = Pengobatan lebih dari 1 macam obat)
2.   Kombinasi obat dalam blister MDT tergantung dari tipe kusta, tipe MB harus minum obat lebih banyak dan waktu lebih lama :
Tipe MB      : obat harus diminum sebanyak 12 blister
Tipe PB       : obat harus diminum sebanyak 6 blister
3.    Ada 4 macam blister MDT yaitu
a.       Blister untuk PB anak
b.      Blister untuk PB dewasa
c.       Blister untuk MB anak
d.      Blister untuk MB dewasa
Dosis pertama harus diminum di puskesmas (di depan petugas), dan seterusnya obat diminum sesuai petunjuk / arah panah yang ada di belakang blister.


10.   WOC
 







































DAFTAR PUSTAKA

Farlex, The Free Dictionary,1990.
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.MediAction Publishing. Edisi Revisi Jilid 2. 2013.
Syafrudin, Damayani Diah.A, Delmaifanis. Himpunan Penyuluhan Kesehatan (Pada Remaja, Keluarga, Lansia dan Masyarakat). Trans Info Media. 2011. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar