LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan dan Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan
Kompartmen Sindrom Abdomen
Oleh Kelompok
Prodi :
S1-Keperawatan
Semester : IV (Empat)
STIKES ABI SURABAYA
Telah di terima dan disahkan oleh pembimbing Tugas Sistem Pencernaan II Keperawatan STIKES Artha Bodhy Iswara
Surabaya pada:
|
Hari :
Tanggal :
Tempat :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepadah Tuhan yang mahakuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami bisa menyelasaikan
tugas Makalah “Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Kompartmen Sindrom Abdomen” adapun maksud dan tujuan dari penyusunan
Makalah Askep “Kompartmen Sindrom Abdomen
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang di berikan oleh dosen pada matakulia
Sistem Pencernaan II.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan,
namun atas berkat Tuhan yang mahakuasa, dan
teman-teman yang telah membantu, dan dosen pembimbing yang telah membantu ahkirnya
kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses
penyusunan makalah “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Kompartmen Sindrom Abdomen
”
ini. Oleh karena itu segalah saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khusunya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umunnya.
Surabaya,27 Maret 2015
DAFTAR ISI
COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Tujuan 3
1.2.1
Tujuan Umum 3
1.2.2
Tujuan khusus 3
1.3
Manfaat 4
BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi 5
2.2 Anatomi Fisiologi Abdomen 6
2.3 Klasifikasi 13
2.4 Etiologi 13
2.5 Manifestasi
Klinik 14
2.6 Patofisiologi 15
2.7 Tekaanan intra-abdominal dan hipertensi
intra-aabdominal 16
2.8 Efek terhadap sistem organ 16
2.9 Insiden dan faktor resiko 18
2.10 Cara pengukuran intra-abdominal 18
2.11 Diagnosa 20
2.12 Gejala klinis kesemutan dengan kegagalan
fungsi organ-organ dan peran tekanan intra-abdominal 20
2.13 Metode alternatif dalam pengukuran tekanan
inta-abdominal 22
2.14 Manajemen 22
2.15 Pencegahan 22
2.16 Penanganan dalam unit perawatan intensif
(ICU) 23
2.17 Pemeriksaan Diagnostik 25
2.18 Penatalaksanaan 25
2.19 Prognosis 26
2.20 Komplikasi 26
2.21 WOC 27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
KOMPARTMEN SINDROM ABDOMEN
3.1 Pengkajian 29
3.2 Diagnosis
Keperawatan 33
3.3 Intervensi 34
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan 50
4.2 Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Meskipun
sindrom kompartemen diakui baik terjadi pada ekstremitas, hal itu juga terjadi
di perut dan, beberapa orang percaya, dalam rongga intrakranial. Sindrom
kompartemen terjadi ketika kompartemen tetap, ditentukan oleh unsur-unsur
myofascial atau tulang, menjadi tunduk pada tekanan yang meningkat, menyebabkan
iskemia dan disfungsi organ.
Kondisi klinis
yang tepat yang mendefinisikan sindrom kompartemen abdomen (ACS) yang
kontroversial; Namun, disfungsi organ yang disebabkan oleh hipertensi
intra-abdominal (IAH) dianggap sindrom kompartemen abdominal. Disfungsi mungkin
insufisiensi pernapasan sekunder volume tidal dikompromikan, penurunan output
urin yang disebabkan oleh jatuh perfusi ginjal, atau disfungsi organ yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan kompartemen abdominal.
Pengukuran IAP penting bagi diagnosis, manajemen dan resusitasi
cairan dari pasien yang mengalami hipertensi intra abdominal (intra abdominal
hypertension atau IAH) atau abdominal compartment syndrome (ACS). Tekanan Intra-Abdominal dan Hipertensi Intra-Abdominal : Pada
individu yang sehat, tekanan intra-abdominal normal yaitu 5 hingga 7mm Hg berdasarkan definisi consensus World
Society of Abdominal Compartment Syndrome,
dan umumnya diperiksa sebagai tekanan intravesical pasien. Batas atas IAP yang diterima yaitu 12
mmHg oleh World Society, mencerminkan peningkatan yang dapat diterima
dalam tekanan normal pada kondisi klinis yang memberikan tekanan terhadap
peritoneal atau diafragma, termasuk obesitas dan penyakit paru obstruktif
kronis. Sebaliknya peningkatan konstan
tekanan 12 mm Hg didefinisikan sebagai hipertensi intra-abdominal(IAH).
IAH dapat dibagi menjadi 4 kelas yang kemudian dibagi lagi menurut kecepatan
onset. Rentang nilai dari kelas 1 (12-15mmHg)
ke kelas 2 (16-20mmHg) ke kelas III (20-24 mmg) hingga kelas 4 (25mmHg); waktu
onset terbagi menjadi kronik (jarang) hingga akut, subakut dan hiperakut.
Sebagian besar hipertensi intra abdominal yang disertai dengan cedera ginjal akut atau gagal ginjal akut melebihi kelas
III dan dengan onset yang akut atau hiperakut.
Pada pasien-pasien Sub Divisi Bedah Anak yang akan menjalani
operasi di RSUP H Adam Malik Medan. Hasil Penelitian: Pada penelitian ini
didapatkan 43 sampel yang terdiri dari 31 orang (72,1%) laki-laki dan 12 orang
(27,9%) perempuan. Berdasarkan usia terdiri dari 4 orang (9,3%) neonatus, 9
orang (20,9%) infant, 5 orang (11,6%) bayi lanjut, 1 orang (2,3%) prasekolah,
14 orang (32,6%) usia sekolah dan 10 orang (23,3%) remaja. Pengukuran tekanan
intra abdominal pada ke 43 sampel mendapatkan rata-rata IAP adalah 14,3 ± 3,02 mmHg dengan nilai maksimum 22 dan nilai minimum 9.
Kesimpulan: Rata-rata tekanan intra abdominal pada pasien Sub Divisi Bedah Anak
RSUP H Adam Malik Medan adalah 14,39 ± 3,02 mmHg dengan nilai maksimum 22 dan nilai minimum 9.
Kata Kunci: usia, jenis kelamin, dan tekanan intra abdominal
Kata Kunci: usia, jenis kelamin, dan tekanan intra abdominal
Sindrom
kompartemen abdominal diakui secara klinis pada abad ke-19 ketika Marey dan
Burt mengamati hubungannya dengan penurunan fungsi pernapasan.Pada awal abad
ke-20, Emerson hewan percobaan menunjukkan kematian yang terkait dengan sindrom
kompartemen abdominal.Awalnya, kompromi kardiorespirasi dianggap penyebabnya;
Namun, gagal ginjal adalah hipotesis oleh Wendt dan kemudian dipelajari oleh
Thorington dan Schmidt.
Baru-baru ini,
Kron dan Iberti mengembangkan metode sederhana secara akurat mengukur tekanan
intra-abdomen.Hal ini telah menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang
hubungan antara IAH dan sindrom kompartemen abdominal.
Sebagai
diagnosis sindrom kompartemen abdominal menjadi lebih mudah untuk membangun,
diamati terjadi sebagai akibat dari berbagai peristiwa klinis primer. Sindrom
kompartemen abdominal dapat dibagi menjadi 3 kategori berikut: Primer atau akut
sindrom kompartemen abdominal terjadi ketika patologi intra-abdominal secara
langsung dan proksimal bertanggung jawab untuk sindrom kompartemen. Dan Sekunder
sindrom kompartemen abdominal terjadi ketika ada cedera intra-abdominal
terlihat hadir tapi luka luar penyebab perut akumulasi cairan. Sedangkan Kronis
sindrom kompartemen abdominal terjadi di hadapan sirosis dan asites atau negara
terkait penyakit, sering pada tahap akhir dari penyakit
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana definisi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
2.
Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
3.
Bagaimana Klasifikasi dari penyakit Kompartmen Sindrom
Abdomen?
4.
Bagaimana etiologi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
5.
Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
6.
Bagaimana patofisiologi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
7.
Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
9.
Bagaimana prognosis dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
10.
Bagaimana komplikasi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen?
11.
Bagaimana WOC dari penyakit Kompartmen Sindrom
Abdomen?
12.
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
Kompartmen Sindrom Abdomen?
1.3
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan
memahami asuhan keperawatan pada anak dengan gangguanSistem Pencernaan
“Kompartmen Sindrom Abdomen”.
1.2.2 Tujuan Khusus.
1.
Memahami definisi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.
2.
Anatomi fisiologi abdomen
3.
Memahami klasifikasi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.
4.
Memahami etiologi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen.
5.
Memahami patofisiologi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.
6.
Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit
Kompartmen Sindrom Abdomen.
7.
Memahami penatalaksanaan dari penyakit
Kompartmen Sindrom Abdomen.
8.
Memahami prognosis dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.
9.
Memahami komplikasi dari penyakit Kompartmen
Sindrom Abdomen.
10.
Memahami WOC dari penyakit Kompartmen Sindrom
Abdomen.
11.
Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
Kompartmen Sindrom Abdomen.
1.4
Manfaat
1.
Memperoleh pengetahuan konsep penyakit
Kompartmen Sindrom Abdomen.
2.
Memperoleh pengetahuan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit Kompartmen Sindrom Abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Abdominal
compartment syndrome (ACS) digambarkan
sebagai adanya peningkatan tekanan intra-abdominal.Antara gejala
gejala klinis yang berkaitandengan sindrom ini adalah tekanan intra-abdominal
yang masif atau perdarahan entroperitoneal, edema pada usus-usus atau obstruksi
usus dan asites yang di sebabkan oleh peningkatan tekanan. ( medscape.com/article/829008 )
Berbagai
system terlibat dalam sindrom ini.Yang pertama adalah peningkatan tekanan intra
abdominal sehingga transmisi ke area cavum pleura yang menyebabkan fungsi dari paru-paru menurun.
Hipoventilasi atau perubahanventilasi atau
perfusi bisa menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hiperkapnia.Apabila
ventilasi mekanik dilakukan, maka semakin tinggi tekanan inspirasi yang di
perlukan untuk rangsangan tersebut. Yang kedua adalah kombinasi antara
peningkatan tekanan intra-abdominal dengan tekanan pleura yang akan menyebabkan
penurunan aliran balik vena, kompresi langsung pada jantung dan menigkatnya Afterload ( terutama pada
ventrikel kanan). Ketiga, perfusi pada organ intra-abdominal semakin berkurang
di sebabkan efek dari penurunan cardiacoutput peningkatan tekanan intersisial
dan peningkatan tekanan arus keluar.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
oliguria dan gagal ginjal.Iskemik splanknikus bisa terjadi akibat dari
penurunan pH mukosa, penurunan metabolism pada hepar dan translokasibacteria.
Tambahan lagi, perfusi pada dinding abdomenmungkin
menurun, oleh itu waktu penyembuhan akan terganggu. Terakhir, tekanan intracranial
akan meningkat akibat dari penurunan aliran balik vena cerebrum
dan peningkatan tekanan vena.
Dalam
arti kata lain, Sindrom ini di tandai dengan distensi pada abdomen, Tekanan
intra abdominal meningkat, Tekanan puncak jalan nafas meningkat, Ventilasi yang
tidak cukup (hipoksia dan hiperkapnia), Fungsi ginjal dan kardiovaskuler
terganggu, dan peningkatan ventilasi setelah di lakukan dekompresi abdomen.
Biasanya diagnose ditegakkan apabila pasien sakit parah yang dirawat di unit
perawatan intensif, dan status hemodinamik kembali meningkat setelah segera
lakukan dekompresi.
2.2
Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen
adalah rongga terbesar dalam tubuh.Bentuknya lonjong dan meluas dari atas dari
drafragma sampai pelvis di bawah.Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian,
abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari
pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen
adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari
panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang
illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan
otot psoas dan quadratus lumborum. Rongga Abdomen dan Pelvis:
a.
Hipokhondriak kanan
b.
Epigastrik
c.
Hipokhondriak kiri
d.
Lumbal kanan
e.
Pusar (umbilikus)
f.
Lumbal kiri
g.
Ilium kanan
h.
Hipogastrik
i.
Ilium kiri
Isi
dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus dan usus besar.
a)
Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen,
Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri.
Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum Fungsi lambung:
1)
Tempat penyimpanan makanan sementara.
2)
Melunakkan makanan.
3)
Mencampurkan makanan.
4)
Mendorong makanan ke distal.
5)
Protein diubah menjadi pepton.
6)
Faktor antianemi dibentuk.
b)
Usus Halus
Usus halus
adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat
bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan
dikelilingi usus besar.Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime
dari lambung isi duodenum adalah alkali. Usus halus dapat dibagi menjadi
beberapa bagian :
1)
Duodenum : bagian pertama usus halus yang
panjangnya 25cm.
2)
Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas
dari usus halus.
3)
Ileum : menempati tiga pertama akhir
c)
Usus Besar
Usus besar Usus
besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan.Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter. Fungsi
usus besar adalah:
1)
Absorpsi air, garam dan glukosa.
2)
Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan
dalam.
3)
Penyiapan selulosa.
4)
Defekasi (pembuangan air besar)
d)
Hati
Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma Fungsi hati
adalah:
1)
Bersangkutan dengan metabolisme tubuh,
khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah.
2)
Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam
tubuh/sebagai pengantar matabolisme.
3)
Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4)
Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5)
Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup
janin.
6)
Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7)
Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8)
Membersihkan bilirubin dari darah
e)
Kandung Empedu
Kandung Empedu
adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot.Letaknya
di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran
depannya.Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
f)
Pankreas
Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas centimeter. Fungsi pankreas
adalah :
1)
Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori
lobulanya, yang membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2)
Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi
pankreas terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan
nyata.
3)
Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula
darah menjadi gula otot
g)
Ginjal
Ginjal terletak
pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dari
kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.Panjang ginjal 6 sampai 7½
centimeter.Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi
beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus,
lobus sinistra. Fungsi ginjal adalah :
1)
Mengatur keseimbangan air.
2)
Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam basa darah.
3)
Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h)
Limpa
Limpa Terletak
di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus ventrikuli
dan diafragma. Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1)
Dua facies yaitu facies diafragmatika dan
visceralis.
2)
Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3)
Dua margo yaitu margo anterior dan posterior.
Fungsi
limpa adalah :
1.
Pada masa janin dan setelah lahir adalah
penghasil eritrosit dan limposit.
2.
Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua
dan pembentuk homoglobin dan zat besi bebas.
Struktur
dinding abdomen
Dinding
abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturu-turut dari superficial ke
profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan fasia, jaringan
ekstraperitoneal dan peritoneum susunan dinding abdomen.
1.
Kulit
2.
Subkutan fet yang disekat oleh:
a.
Fascia camfer
b.
Fascia scarpa
c.
Fascia transfersalis
3.
Otot
Otot
dindidng abdomen :
a.
Musculus rectus abdominis
b.
Musculus oblica eksterna
c.
Musculus transvesalis
d.
Musculus piramidalis
4.
Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang
tipis, halus dan mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis.
Secara umum, dibagi menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan
cavum peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan
organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding
abdomen dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah
rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan mengandung cairan
sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi paritoneum viscerale (reflexi
peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat
penggantung viscera.
Dinding
ventrolateral abdomen
Garis-garis
pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper horizontal disekitar
tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi sepanjang garis pembelahan akan
sembuh dengan parut yang sedikit, sedangkan insisi yang menyilang garis-garais
ini akan sembuh dengan parut yang luas atau parut yang menonjol.
Fasia
Jaringan lemak
akan semakin ke profundus semakin memadat sehingga akhirnya akan tampak
menyerupai selaput yang bersidat collagenous. Jaringan subkutan dibagi 2 :
1.
Pars superfisialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan
lemak superfisialis yang disebut fasia kamper, lapisan membranasea yang
terletak di anterior abdomen sebagai fascia scarpa dan lapisan membranasea pada
perioneum disebut fascia colles. Lapisan lemak melanjutkan diri dengan lemak
superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin dapat sangat tebal. Lapisan
lemak akan menghilang pada dinding toraks dan disebelah lateral linea aksilaris
media.
2.
Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda
semata-mata merupakan lapisan tipis jaringan areolar yang menutupi otot-otot.
Otot-Otot
Dinding Abdomen
Otot-otot
dinding anterior dan lateral abdomen, yakni m. rektus abdominis, m. eksternus
oblik, m. abdominis eksternus oblik, m. abdominis internus oblik, m. abdominis
transversus.
Nama
|
Asal
|
Menuju
|
Rektus abdominalis
|
Sternum tulang iga ke-5 sampai iga ke-7
|
Os pubis
|
Oblika eksterna
|
Tulang iga 8 Krista iliaka
|
Bertemu di linea alba
|
Oblika interna
|
2/3 krista iliaka Ligamentum inguinal Tendo
torakolumbalis
|
Semua tegak lurus dengan muskulus oblika
eksternus dan selanjutnya sejajar Bertemu dan memperkuat linea alba
|
Transversa
|
Tulang iga ke-6 Tendon torakolumbalis Krista
iliaka Ligamentum inguinal
|
Bertemu dan
memperkuat linea alba
|
Piramidalis
|
Os pubis kanan dan kiri Besar dan bentuk
bervariasi
|
Linea alba.
|
a.
M. abdominis eksternus oblik
Otot ini
merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial. Otot ini berorigo
pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang terakhir, serat-serat nya
berjalan serong dari kraniolateral menuju kaudomedial dan berinsersi pada
tiga tempat.
1)
Posterior dari otot ini berinsersi ke labium
eksterna dan Krista iliaka.
2)
Menuju ligamen inguinalis setelah berubah
bentuk menjadi aponeurosis setinggi garis yang menghubungkan SIAS dan
umbilicus.
3)
Menuju ke medial, ke tepi lateral dari m.
abdominis bersatu dengan aponeurosis m. abdominis internus oblik dan akhirnya
bersama-sama menuju linea alba sebagai sarung rektus lapisan ventral Bagian
lateral ujung posterior ligament inguinal merupakan origo dari sebagian m.
abdominis internus oblik dan m. abdominis transverses. Pada pinggir inferior
ligament inguinal yang membulat, melekat fasia profunda paha yaitu fasia
lata.
b.
M. abdominis internusoblik
Otot ini
melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya berjalan
sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m.
abdominiseksternus oblik.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1)
Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir.
2)
Sarung rektus
3)
Os pubis `Dekat insersinya, serabut tendinosa
yang terbawah bergabung oleh serabut-serabut yang sama dari m. abdominis
transverses membentuk conjoint tendon. Conjoin tendon di medial melekat pada
linea alba, tetapi memiliki pinggir lateral yang bebas.
c.
M. abdominis transversus
Otot ini
berasal dari permukaan dalam enam kartilago kostalis bagian bawah (saling
bertautan dengan diafragma), fasia torakolumbal, labium internum Krista iliaka,
dan fasia iliaka.Serat otot-otot ini berjalan hampir horizontal dan berinsersio
sebagai aponeurosis yang ikut membentuk sarung rektus.
d.
M. rektus abdominis
Merupakan otot
panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh panjang dinding
abdomen.Diatas, otot ini melebar dan terletak berdekatan dengan garis tengah,
dipisahkan dari pasangannya oleh linea alba.m.rektus abdominis berasal dari
depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke kartilago
kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus. Jika otot ini
berkontraksi terlihat linea semilunaris yang terbentang dari ujung rawan iga IX
sampai tuberkulum pubikum. Otot ini disilangi oleh tiga insersi :
1.
Ujung proses xifoideus
2.
Umbilicus
3.
Ditengah keduanya
e.
M. piramidalis
M. piramidalis
ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya berasal dari
permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini
terletak pada bagian depan bagian bawah m. rektus abdominis.
Linea alba
Linea
alba adalah suatu garis yang dibentuk oleh pertemuan aponeurosis otot-otot
dinding abdomen pada garis median dinding abdomen. Sarung rektus (rektus
sheath) adalah kumpulan dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang
membungkus m. rektus abdominis.Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum
yang mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah
terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi
2.3
Klasifikasi
1.
Akut
primer ACS
Keadaan
yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen yang
sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis intervensional.
2.
Sekunder
ACS
ACS
yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen
3.
Kronik
Keadaan
dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis
pada primer atau ACS sekunder
2.4 Etiologi
Sindrom kompartemen abdomen terjadi ketika IAP terlalu tinggi, mirip dengan kompartemen sindrom di ekstremitas.3 jenis sindrom kompartemen abdomen (primer, sekunder, dan kronis) memiliki penyebab yang berbeda dan kadang-kadang tumpang tindih.
1. Primary ACS
Penyebab utama (yaitu, akut) sindrom kompartemen abdominal adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan intraperitoneal
b. Pankreatitis
c. Pecahnya aneurisma aorta abdominal
d. Ulkus peptikum perforasi
Dalam satu review dan meta-analisis studi dari pasien yang mengembangkan ACS setelah perbaikan pecah aneurisma aorta abdominal, mortalitas ditemukan 47%. Pengobatan termasuk dekompresi terbuka di 86 pasien; drainase perkutan pada 18 (kateter hanya dalam 5; dikombinasikan dengan aktivator plasminogen jaringan infus di 13); dan langkah-langkah konservatif dalam 5.
2. ACS sekunder
Sekunder sindrom kompartemen abdominal dapat terjadi pada pasien tanpa cedera intra-abdominal, ketika cairan menumpuk dalam volume yang cukup untuk menyebabkan IAH. Penyebab meliputi:
a. Besar volume resusitasi: literatur menunjukkan peningkatan signifikan risiko dengan infus lebih dari 3 L.
b. Daerah besar ketebalan penuh luka bakar: Hobson et al menunjukkan sindrom kompartemen abdominal dalam waktu 24 jam pada pasien luka bakar yang telah menerima rata-rata 237 mL / kg selama 12 jam.
c. Menembus atau trauma tumpul tanpa cedera diidentifikasi.
d. Pascaoperasi
e. Packing dan penutupan fasia primer, yang meningkatkan insiden
f. Keracunan darah
Sebuah penelitian retrospektif melaporkan faktor risiko langsung berhubungan dengan kematian pada pasien dengan baik hipertensi intra-abdominal dan ACS. Polytransfusion adalah prediktor kuat kematian, bersama dengan sejarah dilaporkan diabetes dan jumlah total produk darah yang digunakan.
3. Kronis
Penyebab sindrom kompartemen abdomen kronis meliputi berikut ini:
a. Obesitas morbid
b. Sirosis
c. Sindrom Meigs
d. Massa intra-abdomen
2.5
Manifestasi Klinis
Gejala klinis
yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu :
1.
Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan
pasif pada otot-otot yang terkena, ketika adatrauma langsung. Nyeri merupakan
gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnyanyeri tidak sebanding
dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisahn atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemenmerupakan gejala yang spesifik dan sering.
2.
Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya
perfusi ke daereah tersebut.
3.
Pulselesness(berkurang atau hilangnya denyut
nadi)
4.
Parestesia (rasa kesemutan)
5.
Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat
menurunnya sensasi saraf yang berlanjut denganhilangnya fungsi bagian yang
terkena kompartemen sindrom.Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul
beberapa gejala khas, antara lain:1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama
saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitasselama 20 menit.2.
Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.3.
Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
2.6
Patofisiologi
Disfungsi organ
dengan sindrom kompartemen abdominal adalah akibat dari IAH pada beberapa
sistem organ. Sindrom kompartemen abdomen mengikuti jalur yang merusak mirip
dengan sindrom kompartemen ekstremitas.
Masalah dimulai
di tingkat organ dengan kompresi langsung; sistem berongga seperti saluran usus
dan runtuhnya sistem portal-kava bawah tekanan tinggi. Efek seketika seperti
trombosis atau dinding usus edema diikuti oleh translokasi bakteri, yang
menyebabkan akumulasi cairan tambahan, dan kenaikan lebih lanjut tekanan
intra-abdomen.
Pada tingkat
sel, pengiriman oksigen terganggu, menyebabkan iskemia dan metabolisme
anaerobik. Zat vasoaktif seperti histamin dan meningkatkan serotonin endotel
permeabilitas; kebocoran kapiler juga mengganggu transportasi sel darah merah;
dan iskemia memburuk. Simon et al menunjukkan ambang batas secara signifikan
menurunkan cedera dari IAH setelah perdarahan dan resusitasi cairan. Pengiriman
oksigen dapat memainkan peran penting.
Meskipun rongga
perut (misalnya, peritoneal dan, pada tingkat lebih rendah, rongga
retroperitoneal) jauh lebih dapat dilembungkan dari ekstremitas, mencapai titik
akhir di mana tekanan naik secara dramatis.Hal ini kurang jelas dalam
kasus-kasus kronis karena fascia dan kulit perlahan meregang sehingga mentolerir
akumulasi cairan yang lebih besar.
Sebagai tekanan
meningkat, sindrom kompartemen abdominal merusak tidak hanya organ visceral
tetapi juga kardiovaskular dan sistem paru; itu juga dapat menyebabkan
penurunan tekanan perfusi serebral. Oleh karena itu, sindrom kompartemen
abdominal harus diakui sebagai kemungkinan penyebab dekompensasi pada pasien
luka parah.
2.7
Tekanan Intra-Abdominal dan
Hipertensi Intra-Abdominal
Pada
individu yang sehat, tekanan intra-abdominal normal yaitu 5 hingga 7mm Hg berdarsakan
defenisi consensus World Society of Abdominal Compartement syndrome, dan
umumnya di periksa sebagai tekanan intravesical pasien. Batas pada IAP yang
diterima yaitu 12 mmHg oleh World Society, mencerminkan peningkatan yang dapat
diterima dalam tekanan normal pada kondisi klinis yang memberikan tekanan
terhadap peritoneal atau diafragma, termaksud obesitas dan penyakit paru
obstruktif kronis.
Sebagainya peningkatan konstan tekanan
12 mm Hg didefeniskan sebagai hipertensi intra-abdominal (IAH). IAH dapat
dibagi menjadi 4 kelas yang kemudian di bagi lagi menurut kecepatan onset.
Rentang nilai dari kelas 1 (12-15mmhG); ke kelas 2 (16-20 mmHg) ke kelas III (20-24 mmg) hingga kelas 4 (25 mmHg);
waktu onset terbagi menjadi kronik (jarang) hingga akut, subakut dan hiperakut
sebagian besar hipertensi intra abdominal yang di sertai dengan cidera ginjal
akut atau gagal ginjal akut melebihi kelas III dan dengan onset yang akut dan
hiperakut.
Menyadari bahwa faktor penjamu
mempengaruhi tekanan organ-dinamika volume, pendekatan individualis dapat
membantu dalam menentukan kontribusi meartrial blood pressure dan IAP pressure
dan IAP terhadap aliran darah organ. Dalam cara yang sama pada tekanan perfusi
serebral, interaksi aliran masuk (mean aterial pressure) dan tekana keluar
(IAP) berhubungan melalui tekanan perfusi abdomen. Rumusuntuk tekanan perfusi
abdomen sebagai berikut : tekanan perfusi abdomen = Mean arterial pressure-IAP
(normal = 60 mmHg). Tekanan perfusi abdomenial sangat membantu dalam ketepatan
pendekatan ACS.
2.8
Efek terhadap sistem organ
Abdominal
compartement syndrome memberi efek terhadap organ-organ tubuh termaksud
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem saraf pusat.
1. Sistem
kardiovaskuler
Peningkatan tekanan
intra-abdominal dapat menyebabkan komperesi pada vena cava dimana terjadi
penurunan aliran balik vena yang menyebabkan pengisian jantung menurun
mengaaakibatkan cardiac outup menurun dan berlangsung menjadi hipotensi dan
takikardi. Cardiac output menurun walaupun tekanan vena central meningkat.
Tekanan di arteri plumonal dan resistensi vaskuler sistematik juga turut
meningkat menyebabkan kesulitan dalam mengukur dan menginterprestasi keadaan
hemodinamik pasien.
2. Sistem
pulmonal
Efek pada pulmonal
adalah peningkatan tekanan intrra-abdominal yang mengangu/menekan dinding
diafragma. Sebagai akibat dari itu, total kapasitas paru, kapasitas fungsional
residual dan volume residual berkurang. Tekanan intra-torasik dan udara
meningkat secara drastik. Penurunan fungsi paru dan peningkatan resisten pada
vascular paru mengakibatkaan hipoksia dan hiperkapnia. Peningkatan tekanan
udara secara tidak terkontrol mengakibatkan barotraumas selama mekanik dan
menyebabkan terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Peningkatan
tekanan intratorasik menurunkan tekanan arus kembali vena ke jantung dan
terjadi ganguan hemodinamik.
3. Sistem
ginjal
Penurunan drastic pada
pengeluaran urine adalah tanda-tanda seseorang ada ACS gangguan pada ginjal
juga biasa terkena pre-renal. Daya filtrasiglomerulus berkurang sehubungan
dengan tekana intra-abdominal. Selain itu peningkatan tekanan intra-abdominal
juga bisa menyebabkan kompresit terhadap vena dan parenkim ginjal sertaa
peningkatan resiten vaskuler vena filtrasi glomerulus sehingga menjadi oligonia
dan anuria.
4. Sistem
gastrointestinal
Pad gastrointestinal
efek dari peningkatan tekanan intra-abdominal adalah skemik usus. Penelitian
telah terbukti karena terjadi peningkatan premebilitas dinding usus dan
translokasi bacteria, respon sistem inflamatori dan sepis serta gagal sistem
organ-organ.
5. Sistem
saraf pusat
Sistem saraf
pusat juga bisa tergangu terutama pasien dengan trauma capitis. Peingkatan
tekanan intra-abdominal dan intra-torasik menyebabkan gangguan pada drainase
vena cerebal. Hal ini akan berlangsung
menjadi peningkatan intracranial dan edema intracerebal.
2.9
Inseden dan Faktor Resiko
Inseden
abdominal compartement syndrome belum jelas namun total populasi yang di
diagnosis dengan ACS semakin meningkat. Ini termaksud pasien-pasien dengan luka
tusuk dan luka tumpul terbuka, rupture aneurysma aorta abdomen, perdaran
retroperitoneal, pnemoperitoneum, neoplasma, pancreatic, ascitesyang massif,
dan transplantasi hepar. Resusitasi cairan yang massif, akumulasi darah dan
pembengkuan, edema usus, dan penutupan secara paksa pada dinding abdomennt yang
tidak komplians adalah faktor-faktor yang bisa menyebabkan ACS. Tambahan pula,
jaringan parut luka bakar di sekeliling abdomen cenderung terjadinya komperasi
dinding abdomen menyebabkan peningkatan pada tekanan intra-abdominal.
Selain itu, faktor yang terjadinya ACS
adalah pasien yang dalam proses menyebabkan luka jaringan akibat laporatomi
terutama bila ada kasa atau pack yang intra-abdominal. Dalam penelitian yang
dijalanka telah didapatkan sebanyak 14% dari 145 orang paaien beresiko tinggi
terkena ACS. Pasien yang mengalami ACS akibat dari ruptur aneurysma aorta
abdomen dilaporkan sebanyak 4%.
2.10 Cara Pengukuran
Intra-Abdominnal
Pengukuran
tekanan intra-abdominal di lakukan dengan berbagai metode terutama di luar
laboratorium. Penguukuran ini di lakukan secara langsung dengan menggunakan
intra-peritoneal yang di lakukan semasa
berjalannya laparoskopi. Selain itu, pengukuran tekanan intra-abdominal
juga di lakukan dengan cara transduksi dengan teekanan vena fermoral, rectal,
abdomen, dan keteter buli-buli. Metode-metode ini adalah yang sering digunakan
dalam pengukuran tekanan bulli-buli dan tekanan abdomen.
Pada tahun 1984, kroental melaporkan
bahwa intra-abdominal bisa diukur pada posisi di samping tempat tidur dengan
menggunakan Foley kateter steril saline (50-100cm) yang di injesikan ke dalam
foley kateter yang tekeluar. Kemudian, posisikan tube yang steril di bagian
urin beg kateter yang klam, distal dari bagian tempat aspirasi. Bagian ujung
dari beg drainase disa,bungkan Foley kateter. Klem dilepaskan untuk melencarkan
aliran dari buli-bulidan dilakukan kembali. Jarum gauge-16 di gunakan untuk
menyambukan manometer dan tranducer dengan tempat untuk aspirasi. Yang terahir
adalah bagian atas dari tulang simfis pubis di gunakan sebagai titik kosong
dengan posisi pasien supine.
Cara pengukuran di sebelah temapat tidur
digunakan untuk mengukur tekananan intra-abdominal dan sisa nasogatic tube yang
ada. Metode ini berhasil dan berbeda tekanan sebanyak 2,5 cm H20 dengan tekanan
di kandung kemih. Dengan teknik ini terbukti bahwa cara pengukuran tekanan
kemih telah berkembang dalam praktek sehari-hari.
Istilah tekanan hipertensi
intra-abdominal dan ACS terkadang ada sedikit berbeda. Adalah sangat penting
untuk mengetahui cara untuk membedahkan keduanya. Nilai tekanan intra abdominal
disertai dengan kegagalan fungsi organ dengan perubahan kepadah patofisiologi
setelah di lakukan dekomperasi abdominal.
Efek dari hipertensi intra-abdominal
sangat merugikan fungsi-fungsi fisiologi organ di dalam tubuh seperti paru,
kardiovaskuler, ginjal splanknikus, muskoloskeletal dan sistem saraf pusat.
Restribusi darah dari usus mengakibatkan
hipoksia sel dalam jaringan gastrointestinal. Hipoksia ini di pengaruhi oleh 3
gejala yang penting sebagai respon positif yang menandai terjadinya hipertensi
intra-abdominal dan progresifnya menjadi abdominal comprament syndrome:
1) Pelepasan
cytokine
2) Pembentukan
radikal bebas
3) Penurunan
produksi adenosine triphosphate oleh sel
Citokin dilepaskan akibat dari sel-sel
yang mengalami hipoksi. Molekul-molekul ini menyebakan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan
permebilitas kapiler yang berlangsung menjadi edema. Setelah di lakukan
repersusi, molekul-molekul oksigen radikal bebas akaan di hasilkan.
Agen radikal bebas ini memberi efek
toksik terhadap sel mebran yang diperburuk dengan kehadiran citokin dimana bisa
menambah produksi pelepasan radikal bebas yang lebih banyak. Tambah pula,
transport oksigen yang tidak cukup ke jaringan membataasi produksi adenosine
triphoshate (ATP) sehingga meganggu aktivitas sel. Hal ini juga memberi
pengaruh terhadap pompa natrium kalium. Fungsi pompa yang bagus mempengaruhi
kelancaran pengaturan elektrolit intrasel. Jika pompa tidak bekerja dengan
bagus maka natrium akan bocor dan mengalir ke dalam sel dan menarik juga cairan
masuk ke dalamnya.
Semakin berkurang ukuran sel, semakin
berkurang ketahanan dinding sel dan menyebabkan cairan intra sel sel masuk ke
extra sel dan berlangsung menjadi inflamasi. Inflamasi akan berkembang menjadi
edema disebabkan kebocoran kapiler dan pembengkakan sel pada usus menyebabkan
peningkatan tekanan intra-abdominal secara mendadak. Tekanan yang semakin
meningkat menyebabkan ganguan pada perfusi intestinal dan terjadi hipoksia
ssehingga menyebabkan sel mati, terjadi inflamasi dan edema bertambah luas.
2.11 Diagnosa
Abdominal compartement syndrome
menunjukan nilai mortalitas yang tinggi. Oleh sebab itu penegakan diagnosis
sangat penting sebagaimana penangannya juga. Pasien dengan beberapa trauma jika
syok sangat berresiko harus di beri resusitasi yang sebaiknya.
Terdapat
tanda-tanda ACS yang biasa di tandai dengan gejala :
1) Distensi
abdomen
2) Penurunan
output urine ( kurang dari 0,5 ml/kg BB/ jam)
3) Peningkatan
tekanan puncak inspirasi ( lebih dari 40 cm H)
4) Penurunan
indeks transport
5) Ganguan
kardiovaskuler dan di tandai dengan penigkatan vena central (CVP)
2.12 Gejala Klinis dengan Kegagalan
Fungsi organ-organ dan Peran Tekanan Intra-Abdominal
Pengukuran
tekanan intra-abdominal yang betul bisa menegakan diagnosis. Nilai tekanan
intra-abdominal adalah 0 mmHg atau kurang dari itu. Nilai ini akan meningkat
dengan batuk, valsava atau dengan keadaan obesitas dan kehamilan memberi
konsekuensi fisiologis yang merugikan.
Pada pasien sakit berat, tekanan
intra-abdominal yang normal mungkin menjadi 5-7 mmHg. Kenaikan intra-abdominal
di Abdominal Compartement Syndrome adalah bersifat akut dan berkelanjutan.
Ukuran standar pada pasien di tempat tidur adalah pada posisi supine. Hal ini
melabitkan suntikan 25 cc salibesteril melalui kateter saluran kemih. Sebuah
penjempit menyumbat drinase tabung pada bagian distal dan transduser tekanan terhubung
ke port sisi kateter.
Titik nol transducer dengan
mid-adskilaris dengan posisi tempat tidur yang rata. Nilai tekanan kandung
kemih lebih besar dari atau sama dengan 20 mmHg pada nilai ahkir pengukuran
menunjukan bahwa pasien ini adalah abdominal compartement syndrome.
Edema organ
Edema organ umumnya menyertai ketiga bentuk
ACSkureen : primer, sekunder dan ekuren. ACS primer biasanya terjadi pada
kedaan cedera dan berawal dari
pendarahan serta edema visceral. ACS sekunder terjadi baik pada pasien bedah
maupun medis yang berhubungan dengan volume resusitasi medis besar menyebabkan
pembentukan akan asites serta edema visceral,sehingga meningkatkan tekanan
intra-abdominal dan terjadinya ACS. Sindrom kompartement sekunder umumnya
meningkat periode awal tujuan terapi langsung untuk penanganan resusitasi
sepsis. Terdapat beberapa kontrasepsi apakah sindrom kompratement merupakan
iatrogenic atau tidak dapat di hindari paddaa pasien dengan peritonitis yang
membutuhkan pembedahan umum darutat ACS rekuren sebelumnya disebut sebagai ACS
tersier, menunjukan bahwa ACS terjadi berulang setelah penenganan medis awal
atau pembedahan pada sindrom kompartement sekunder. Hal yang umum terjadi pada
edema organ yaitu iskemia jaringan.
Ketika organ ahkir mengalami iskemia (
vena atau arteri ). Maka akan di lepaskan substansi vasodilator lokal untuk
meningkatkan aliran oksigen. Sejalan berlangsungnya iskemia, hilangnya
intergritas kapiler menyebabkan ekstvasa cairan elektrolit dan protein melalui
tekanan hidrostatik dan hilangnya intergritas membrane. Peningkatan jarak
bantalan kapiler ke sel metabolik. Siklus ini akan mempengaruhi kelangsungan
hidup organ. Pada ginjal, dokter sayangnya tidak dapat melihat kelangsungan
proses ini hingga tahap berat cedera organ muncul.
2.13 Metode Alternatif Dalam
Pengukuran Tekanan Intra-Abdominal
Pengukuran
ini termaksud mengukur tekanan intra-abdominal, tekanan vena femoral, tekanan
rectal dan tekanan intraperitoneal. Tekaanan intra-abdominal berhubungan dengan
tekanan kandung kemih. Metode ini di
lakukan dengan cara memasukan 50-100mL,
air ke dalam nasogastrik tube ke dalam lambung. Tinggi air dari garis
midaxilary sama tinnggi tekanan aintra-abdominal. Jika nilai yang didapat lebih
dari 27 cm H2O, maka adalah compartement syndrome.
Tekanan intra-abdominal di gunakan pada
pasien post cystectomi attau pasien neurogenik bladder. Semakin tinggi tekanan
kandung kemih semakin tinggi hipertensi. Terapi pilihan yang bisa di lakukan
adalah dekomperesi dan eksplorasi.
2.14 Manajemen
Abdominal
compartement syndrome. Manjement yang bagus ACS tergantung kepadah waktu yang
tepat dan bergantung kepadah stadium dekomperensi abdomen dan didentifikasi
pada pasien yang berisiko.
2.15 Pencegahan
Pencegahan
awal sangat efektif terutama pada yang telah di ketahui berisiko tinggi terkena
ACS dan intervensi pre-emetif akan mengurangkan resiko peningkatan tekanan
intra-abdominal. Biasanya pasien yang berisiko ACS di ketahui pada pasien yang
di lakukan laparotomi dan operasi harus di hentikan jika didapatkan ada ganguan pada fisiologis
pasien seperti hiportemi, asidosis, dan coagulopati. Terdapat berbagai cara
untuk menutuk luka terbuka pada abdomen. Telah terbukti bahwa ACS dapat dicegah
denga penutupan luka dengan menggunakan jarinngan yang bersifat menyerap
terutama pada pasien yang menjalani laporatomi yang paling berisiko ACS. Resusitasi
yang optimal harus diterapkan berbanding over resutasi untuk mencegah terjadi
komplikasi dalam peneganan intesif. Terdapat berbagai cara resusitasi yang
telah yang telah di evaluasi. Laktat ,
deficit basa, dan pH mukosa abdoment adalah sebagai indicator untuk
resusitasii.
2.16 Penangan Dalam Unit Perawatan
Intensif (ICU)
Pencegahan
dini pada pasien di ICU yang berisiko ACS sangat bermanfaat. Langkah lanjut
yang bisa di lakukan adalah manjement tekanan intra-abdominal dan ganguan
organ.
Terdapat
4 stadium menurut pertumbuhan :
1.Uji
kaji dan manjement yang berhasil dalam penenganan ACS. Stadium ini bergantung
tekanan kandung kemih. Ganguan fungsi organ berhubungan dengan peningkatan
tekanan kandung kemih.
2.Pasien
dengan ganguan fungsi paru
3.Pasien
dengan gangguan fungsi Kardiovaskuler
4.Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal pada tekanan yang lebih dari 35 mmHg.
Meldrum
etal melakukan dekomperensi yang sederhana pada tekanan kandung kemih dari
tekanan 26 sampai 35 mmHg di samping tempat tidur pasien, namun
merekomendasikan eksplorasi abdomen formal dengan tekanan lebih besar dari 35
mmHg untuk mengantisipasi signifikan iskemia intra-abdominal. Hal ini
didasarkan pada perfusi ganguan kapiler usus pada tekanan intra-abdominal lebih
dari 35 mmHg.
Terapi
bedah merupakan badan alternatif yang di pilih berdarsakan indicator fisiologis
klinis yang merugikan pada pada pengukuran parameter tungal. Dalam penganturan
tekanan intra-abdominal dekompresi
abdomen telah direkomendasikan pada kegagalan fungsi paru, kardiovaskuler dan
ginjal. Selain itu, tekanan intra-abdominal yang tidak memberi respon terhadap
intervensi standart dan indicator usus iskemik
( asidosis dengan tonometri atau warna usus kehitaman terlihat melalui
materi cakupan transparan) dianjurkan tindakan dekompresi. Kegagalan fungsi
paru dan hiperkapnia telah didefenisikan sebagai indicator penting terjadi
kegagalan fungsi paru dan harus mendapatkan tindakan dekompresi dengan segera.
Dekomperesi abdomen dan
manajemen luka.
Setelah keputusan di lakukan untuk melakukan
dekompresi bedah dan kebutuhan intervensi ditegakkan, lokasi dan transportasi
harus disediakan. Keputusan yang di ambil untuk melakukan dekompresi dalam unit
rawat intensif (ICU) adalah fungsi dari persyaratan ventilasi dan resiko yang
berkaitan dengan transportasi ke ruang operasi. Walaupun suplai pernapasan
optimal mungkin sudah optimal di ICU, namun lokasi ini biasanya kurang optimal
untuk megandlikan perdarahan bedah. Potensi utama perdarahan intra-abdominal
bervariasi, tetapi bisa menjadi signifikan pada pasien dengan ACS. Perencenaan
operasi harus mencakupp kontijesi untuk pengolahan perdarahan bedah ditemui
ketika dekompresi di lakukan di ICU, yang memerlukan transportasi mengemas dan
segera ke ruang operasi. Wajib bahwa ruang operasi segera disediakan dan tepat
dikelola sebelum sebelum memulai sebuah dekompresi abdomen ICU. Pasien yang
memperlukan saluran tekanan udara yang tinggi untuk pertukaran gas memerlukan
transportasi dengan mengunakan ventilator yang bertekanan tinggi di dukung oleh
sumber baterai. Dekompresi abdomen memicu kedaan fisiolgis dan metabolicyang
buruk harus di antisipasi. Hal ini termaksud peningkatan besar pada pengaturan
paru dengan elevasi dalam menit ventilasi dan alkalosis respiratorik kecuali
terdapat perubahan ventilasi yang tepat. “washout” merupakan hasil dari
akumulasi metabolisme aneorob dan memberi kesan dan pemberian bolus asam dan
kalium secara sistematik langsung ke jantung. Hal ini bisa menyebakan aritmia
dan asystol. Maka sangat penting untuk mengantisipasi, mmengidentifikasi dan
mengobati efek daari gejalah ini.
Hal
pertama yang harus dilakukan setelah tindakan dekompresi adalah penurunan fasia
penutupan fasia secara segera. Cara alternatif untuk melindungi abdomen adalah
menutup kulit dengan menggunakan klip atau jahitan juga bisa dibungkus dengan
penutup silicon dan graft.
Pasien
yang pernah dilakukan laporatomi dekompresi masih kemungkinan ACS untuk kambuh
dan harus pertimbangkan untuk melakukan eksplorasi bertahap terhadap bagian
yang di tutup. Penutupan fasia mengambil waktu 7-10 hari untuk perbaikan di
ikuti dengan penebalan kulit dan granulasi di ikuti dengan perbaikan hernia
dinding abdomen sehingga beberapa bulan. Ahkirnya manajemen awal pada abdomen
yang terbuka harus mencakup total kehilangan cairan dan peggantian cairan yang
signifikan.
Terapi Intervensi
Standar
perawat untuk hipertensi intra-abdomen mengarahkan abdominal compartement
syndrome ditangani dengan laporatomi dekompresif dengan penutupan dinding
abdominal temporer untuk mempesar ruang peritoneal dan mengurangi tekanan
intra-abdominal sehingga mencapai tingkat yang normal. Skema penenganan ini
parallel dengan standar penanganan sindrom kompartemen eksternitas, setelah
penyebab hipertensi intra-abdominal dikontrol (perdarahan,asites) abdomen dapat
secara primer tertutup. Jika ACS disertai dengan edema intestinal, penutupan
primer jarang terjadi dan dapat tercapai dengan beberapa metode memperluas
membungkus peritoneal untuk mencegah ACS srekuren. Metode memperluas pembungkus
peritoneal untuk mencegah ACS srekuren. Teknik ini mengunakan teknik seperasi
musculo-fasial, graft prostetik, dan graft kulit atau flap untuk rekonstruksi
dinding abdomen. Ketika terapi operatife dengan mudah di terimah di komunitas
bedah,berbagai pengobatan non-bedah telah di ekslorasi sebagai alternatife
pengganti ginjal, blockade neuromuscular dan agen prokinetik jika terdapat gas
usus. Merupakan hal yang penting untuk di catat bahwa tidak satupun alternative
di teliti dengan prospektif, analis percobaan acak terkontrol mendukung
efesiensi mereka di bandingkan dengan gold-standar laporatomid ekompresif.
2.17 Pemerikasaan Diagnosis
1)
Pemeriksaan thrombosis vena (TVD)
2) Pergelangan atau fleksi brakial
3) Prothrombin time (PT)
2.18 Penatalaksanaan
1) Analgesic,antibiotic
2) Pemeriksaan neurovascular setiap
½ jam.
3) Pemantauan tekaanan jaringan,
fasiotomi.
2.19 Prognosis
Jika tidak diobati, sindrom kompartemen abdominal hampir seragam
fatal. Eddy dan rekan mendokumentasikan kematian dari 68% untuk pasien dengan
didokumentasikan sindrom kompartemen abdominal terlihat 1984-1996. [5] Sebagian
besar penduduk adalah laki-laki (70%), dan sebagian besar telah mengalami
trauma tumpul (80%). Dalam literatur berikutnya, angka kematian berkisar
25-75%.Angka kematian yang tinggi pada sindrom kompartemen abdominal, bahkan
dengan pengobatan, mencerminkan fakta bahwa kondisi yang mempengaruhi beberapa
sistem organ.Selain itu, sindrom kompartemen abdomen seringkali sekuele cedera
parah yang independen membawa morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Malbrain et
al menunjukkan bahwa dengan sendirinya, peninggian tekanan perut berhubungan
dengan kematian meningkat sebelum perkembangan aktual sindrom kompartemen abdominal.
Dalam satu review dan meta-analisis studi dari pasien yang
mengembangkan ACS setelah perbaikan pecah aneurisma aorta abdominal, mortalitas
ditemukan 47%. Pengobatan termasuk dekompresi terbuka di 86 pasien; drainase
perkutan pada 18 (kateter hanya dalam 5; dikombinasikan dengan aktivator
plasminogen jaringan infus di 13); dan langkah-langkah konservatif dalam 5.
Sebuah
penelitian retrospektif melaporkan faktor risiko langsung berhubungan dengan
kematian pada pasien dengan hipertensi
intra-abdominal dan ACS. Polytransfusion adalah prediktor kuat kematian,
bersama dengan sejarah dilaporkan diabetes dan jumlah total produk darah yang
digunakan.
2.20 Komplikasi
1.
Disfungsi
neurovascular ekstremitas.
2.
Kelemahan otot.
3.
Nekrosis,
amputasi.
4.
Gagal ginjal, asidosis.
5.
Syok
Pangkreatitis
|
Akut
|
Kronik
|
Nyeri
perut hebat
|
Edema
penderahan, rekrosis pada sel-sel
asinus dan pembuluh darah
|
Penyakit
saluran empedu dan alkahol lisme, trauma
|
Komplikasi
pangkreatitis akut
|
Timbulnya
diabetes mellitus, tetani hebat, efusi pleura, abses pangkreas atau
pseudokista
|
Terjadi
penekan
|
Obstruksi
gantianprogresif kelenjar di sertai pegantian jaringan fibrosis
|
Stiktura
dan klasifikasi
|
Serangan
nyeri akut reternen
|
Penurunan
berat badan dan diabetes
|
Terjadi
penekanan
|
Pasca
operasi
|
Terjadi komplikasi setelah makan
|
Terjadi komplikasi setelah makan
|
Kimus hiperomatik di dorong ke usus
halus
|
Terjadi perpindahan cepat cairan dan
vaskuler menuju volume usus
|
Penurunan
volume plasoma
|
Timbulnya
respon vassmola, hipotensi, pusing, pucat dan lemah, rasa penuh mual,
munta dan diare
|
Luka
pada saluran usus halus
|
Luka
pada saluran
usus
halus
sus
halus
|
Penyakit
primer
|
Reseksi
usus massif
|
Pertumbuhan
bakteri berlebihan pada lengterung aferen setelah gastrrosektomi billorth II
|
Penyakit
iskemia usus, seperti aterosklerosis, mesentenika,paya jantungkongsetif
kronik
|
Infeksi
dan infestasi usus halus
|
Enteris
akuut dan gardiasis
|
Penyakit
gisternik yang menyerang usus
halus
|
Peningkatan
tekanan intra abdomen
|
Trauma
Tumpul
|
Luka peluru/pisau, tukak duodenum,
hiperparatiroidsme, hiperlipedemia, infeksi virus, obat-obat tertentu
(kortikosteroid, diunetiks hazid)
|
Tekanan
intra abdomen peritoneal
|
Falia
dan kulit meregang
|
Menolerir
aakumulasi cairan lebih besar
|
Penurunan tekanan perfusi serebal
|
Peningkatan
tekanan abdoment
|
Diafragma tertekan
|
Total kapasitas paru menurun menurun
|
Ketidakefektifan pola nafas
|
Penurunan curah
jantung
|
Penurunan fungsi
saraf
|
Penurunan fungsi ginjal
|
Perubahan pola eliminasi urin
|
Tekanan vena central meningkat/takikardi
|
Kompresi pada vena cava
|
Penurunan aliran darah ke ginjal
|
Nafsu makan berkurang
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
|
Berat badan menurun
|
B6
(muskuloskeletal
/integument)
|
Kompartement Sindrom
|
B3 (persyarafan)
|
Tekanan intra-abdominal
|
Gangguan drainase vena ke cerebral
|
B1
(
Pernafasan)
|
Tekanan intra-abdominal
|
Tekanan intra-abdominal
|
B2 (kardiovaskuler)
|
B4
(perkemihan)
|
Peningkatan resistensi vaskuler
vena ginjal
|
Mengalami kelemahan
|
Gangguan pola aktifitas
|
B6
(muskuloskeletal
/integument)
|
Inflamasi penyakit/luka
|
B5
(pencernaan)
|
Rasa nyeri pada perut, mual, muntah
|
nyeri
|
Gangguan pola aktifitas
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1
Pengkajian
a.
Identitas Klien :
a.
Nama : Suami
/ Istri / Orangtua
b.
Umur : Nama :
c.
Jenis kelamin : Pekerjaan :
d.
Agama : Alamat :
e.
Suku/bangsa :
f.
Bahasa : Penanggung
jawab :
g.
Pendidikan : Nama :
h.
Pekerjaan : Alamat :
i.
Status :
j.
Alamat :
b.
Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien
compartment sindrom abdomen adalah nyeri hebat saat peregangan dan rasa
kesemutan.
c.
Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini
dari awal gejala muncul dan penanganan yang telah dilakukan hingga saat
dilakukan pengkajian.
d.
Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan kompartmen sindrom abdomen. Seperti Trauma Penetrating, Perdarahan intraperitoneal, Pankreatitis, Fraktur panggul, dll.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang
memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.
a.
Pola Fungsi Kesehatan :
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Persepsi klien/keluarga
terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk mempertahankan
kondisi sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Kebiasaan klien dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini) yang
meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan, porsi
makan yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan
dan mamakan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual,
muntah, dan kesulitan menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas.Bila di
perlukan, lakukan pengkajian terhadap pengetahuan klien/keluarga tentang diet
yang harus di ikuti serta bila ada larangan adat atau agamapada suatu makanan
tertentu.
3.
Pola eliminasi
Kaji eliminasi alvi
(buang air besar) dan eliminasi urin (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat
ini), yang meliputi : frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan
lain-lain. Bila di temukan adanya keluhan pada eliminasi, hendaknya dibuatkan
deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan yang di maksud.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktifitas rutin
yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang.Mobilitas selama sakit
di lihat dan aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.
5. Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan
kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat
ini), meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur,
perasaan klien sewaktu bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit
jatuh tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat bangun, terbangun dini, atau
tidak bisa melanjutkan tidur.
6. Pola hubungan dan peran
Kaji hubungan klien
dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan
yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
7. Pola sensori dan kognitif
Kaji kemampuan klien
berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status mental dan orientasi,
kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji pada klien yang
sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran akan
dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan
identitas diri.
9. Pola reproduksi dan seksual
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan
tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan
jenis kelamin.
10. Pola peran-berhubungan
Kaji hubungan klien
dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan,
termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan dengan
orang lain.
11. Pola mekanisme koping
Kaji mekanisme koping
yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/ konflik/ stres/ kecemasa.
12. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji nilai-nilai dan
keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat sehingga
mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.
b.
Pemeriksaan Fisik
1. B1
(Breath) : Peningkatan tekanan intra-abdominal yang mengangu/menekan dinding dada
dan diafragma. Sebagai akibat dari itu, total kapasitas paru, kapasitas
fungsional residual dan volume residual berkurang. Tekanan intra-torasik dan
udara meningkat secara drastic. Penurunan fungsi paru dan peningkatan resisten
pada vascular paru mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia. Peningkatan tekanan
udara secara tidak terkontrol mengakibatkan baro trauma selama ventilasi
mekanik dan menyebabkan terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Peningkan tekanan intra-torasik menurunkan tekanan arus kembali vena ke jantung
dan terjadi ganguan hemodinamik.
2. B2
(Blood) : Peningkatan tingkat intra-abdominal dapat menyebabkan kompresi pada
vena dimana terjadi penurunan aliran balik vena yang menyebabkan pengisian
jantung menurun mngakibatkan cardiac output meurun dan berlangsung menjadi
hipotensi dan takikardi. Cardiac outup menurun walaupun tekanan vena central
meningkat. Tekanan di arteri plumonal dan resistensi vaskuler sistematik juga
turut meningkat menyebabkan kesulitan dalam mengukur dan mengintersipasi kedaan
hemodinamik
3. B3
(Brain) : Sistem saraf pusat juga bisa tergangu terutama pasien dengan trauma
capitis. Peningkatan tekanan intra-abdominal dan intra-torasik menyebabkan
ganguan pada drainase vene cerebal. Hal ini akan berlangsung menjadi
peningkatan tekanan intra cranial dan edema intra cerebal.
4. B4
(bladder) : Penurunan drastic pada pengeluaran urine adalah tanda-tanda
seseorang ada ACS . Ganguan pada ginjal juga bisa terkena pada pre-renal. Daya
flirasi glomerulus berkurang sehubungan dengan peningkatan tekanan
intra-abdominal. Selain itu peningkatan tekanan intra-abdominal juga bisa
menyebabkan komperesi terhadap vena dan parenkim ginjal serta peningkatan
resisten vaskuler vena ginjal. Oleh itu penurunan cardiac outup mengakibatkan
penuran aliran darah ginjal dan flitrasi glomerulus sehingga menjadi oligounia
dan anunia.
5. B5
(Bowel) : Pada gastro intestinal, efek dari peningkatan tekanan intra-abdominal
adalah skemik usus. Penelitian telah terbukti karena terjadi peningkatan premeabilitas
dinding usus dan translokasi bacteria, respons sistem inflamatori dan sepis
serta gagal sistem organ-organ.
6. B6
(Bone) : Lemah,turgor jelek
c.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(Hematologi) :
a.
Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
b.
Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
c.
Hematokrit< dari 40-52%
d.
Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
e.
Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri
berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang mengakibatkan
iskemik jaringan
2.
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen yang mengakibatkan penekanan
diafragma (penghambatan relaksasi diafragma)
3.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan kompresi pada vena balik.
4.
Gangguan
perfusi serebri berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak
5.
Perubahan
pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri
6.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun akibat
adanya mual dan muntah.
1.3 Intervensi keperawantan
Nyeri
Akut
|
NOC
|
NIC
|
Defenisi
: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau di gambarkan sedemikian
rupa.(International Associaton for the study of pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan aahkir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik
:
·
Perubahan selera makan
·
Perubahan tekanan darah
·
Perubahan frekwensi jantung
·
Perubahan frekwensi pernapasan
·
Laporan isyarat
·
Diaphoresis
·
Perilaku distraksi (mis,,berjalan
mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang
berulang.
·
Mengekpersikan perilaku (miss.,
gelisah merengek,menangis)
·
Masker wajah (mis., mata kurang
bercahaya, tampak kacau gerakan mata terpancar atau tetap pada satu focus
meringis)
·
Sikap melindungi area nyeri
·
Focus menyempit (mis., ganguan
persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang
dan lingkungan.)
·
Indekasi nyeri yang dapat di
ambil
·
Perubahan posisii untuk
menghindari nyeri
·
Sikap tubuh melindungi
·
Dilatasi pupil
·
Melaporkan nyeri secara verbal
·
Ganguan tidur
Faktor yang
berhubungan :
·
Agen cedera (mis,. Biologis,zat
kimia, fisik, psikologis).
|
v Pain
level,
v Pain
control
v Comfort
level
Kriteria
Hasil :
v Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menngunak teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan mengunakan manajemen nyeri
v Mampu
menganali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
|
Pain
Management
-
Lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif termaksud lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, kualias dan
faktor presiptasi.
-
Observasi reaksi dari
ketidaknyamanan
-
Gunakan teknik komonikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-
Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri
-
Evaluasi pengalamn nyeri masa
lampau
-
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
-
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahyaan dan kebisingan.
-
Kurangi faktor persipitasi nyeri
-
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
-
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
-
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
-
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
-
Evaluasi ketidakefektifan kontrol
nyeri
-
Tingkatan istirahat
-
Kaloborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan ytindakan nyeri tidak berhasil
-
Monitor penerimaan pasien tentang
manajement nyeri
Analgesic
Adminstration
-
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
-
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi.
-
Cek riwayat alergi
-
Pilihan analgesic yang diperlukan
atau kombinasi dari satu
-
Tentukan pilihan analgesic
pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
-
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
-
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic pertama kali
-
Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
-
Evaluasi efektifitas, tanda dan
gejala.
|
Ketidakefektifan
pola nafas
|
NOC
|
NIC
|
Definisi
:
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
Batasan
karakteristik :
·
Perubahan kedalaman pernapasan
·
Perubahan ekskursi dada
·
Mengambil posisi tiga titik
·
Bradipneu
·
Penurunan tekanan ekspirasi
·
Penurunan ventilasi semenit
·
Penurunan kapatas vital
·
Dispneu
·
Peningkatan diameter
anterior-posterior
·
Pernapasan cuping hidung
·
Ortopneu
·
Fase ekspirasi memanjang
·
Pernapasan bibir
·
Takipneu
·
Penggunaan otot aksesorius untuk
bernapas
Faktor
yang berhubungan :
1. Ansietas
2. Posisi
tubuh
3. Deformitas
tulang
4. Deformitas
dinding dada
5. Keletihan
6. Hiperventilasi
7. Sindrom
hipoventilasi
8. Gangguan
musculoskeletal
9. Kerusakan
neurologis
10. Imaturitas
neurologis
11. Disfungsi
neuromuscular
12. Obesitas
13. Nyeri
14. Keletihan
otot pernapasan cedera medula spinalis
|
1.
Respiratory status : Ventilation
2.
Respiratory status : Airway
patency
3.
Vital sign status
-
TTV : 110-120/70-80 mmHg
-
RR : 16-20x/menit
-
Nadi : 60-100x/menit
Kriteria hasil :
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
v Tanda-tanda
vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
Airway
Management
-
Buka jalan nafas, gunakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
-
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
-
Identifikasikan pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
-
Pasang mayo bila perlu
-
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
-
Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
-
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
-
Lakukan suction pada mayo
-
Berikan bronkodilator bila perlu
-
Berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
-
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
-
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen therapy
-
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
-
Pertahankan jalan nafas yang
paten
-
Atur peralatan oksigenasi
-
Monitor aliran oksigen
-
Pertahankan posisi pasien
-
Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
-
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
-
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
-
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
-
Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
-
Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
-
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
-
Monitor kualitas dari nadi
-
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
-
Monitor suara paru
-
Monitor pola pernapasan abnormal
-
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
-
Monitor sianosis perifer
-
Monitor adanya chusing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
-
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
|
Penurunan curah jantung
|
NOC
|
NIC
|
Defenisi : Ketidakadekuatan darah yang di pompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh.
Batasan Karakteristik :
-
Perubahan frekuensi / irama jantung.
·
Aritmia
·
Bradikardi / Takikardi
·
Perubahan EKG
·
Palpitasi
-
Perubahan preload
·
Penurunan tekanan vena central
·
Penurunan tekanan arteri paru
·
Edema, keletihan
·
Peningkatan vena central
-
Perubahan Afterload
·
Kulit lembab
·
Penurunan nadi perifer
·
Oliguria
-
Perubahan kontraktilitas
·
Batuk
·
Penurunan indeks jantung
-
Perilaku / emosi
·
Ansietas / gelisah
Faktor yang berhubungan :
-
Perubahan afterload
-
Perubahan frekuensi jantung
-
Perubahan irama
-
Perubahan volume sekuncup.
|
v Cardiac pump effectiveness
v Circulation status
v Vital sign status
Kriteria hasil :
v Tanda vital dalam rentang normal
v Dapat mentoleransi aktivitas
v Tidak ada edema paru, perifer, dan
tidak ada asites.
v Tidak ada penurunan kesadaran
|
Cardiac care
-
Evaluasi adanya nyeri dada.
-
Catatat adanya distrimia jantung
-
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
-
Monitor status kardiovaskuler
-
Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
-
Monitor balance cairan
-
Monitor adanya perubahan tekanan darah
-
Atur periode latihan untuk menghindari kelelahan
-
Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital sign monitoring
-
Monitor TTv
-
Monitor frekuensi dan irama jantung
-
Monitor sianosis perifer
-
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
|
Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak
|
NOC
|
NIC
|
Defenisi
: berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengangu
kesehatan
Batasan
karekteristik :
·
Massa tromboplastin parsial
abnormal
·
Sekmmen ventrikel kiri akinetik
·
Atreoklerosis aerotik
·
Diseksi arteri
·
Fibrilasi atrium
·
Tumor otak
·
Stenosis carotid
·
Aunerisme serbri
·
Koagluputi (mis., anemia sel
sabit)
·
Kardiomiopati dilatasi
·
Koagulasi intravascular
diseminnata
·
Emolisme
·
Trauma kepalah
·
Hierkolesrolemia
·
Hiperttensi
·
Endokarditis infeksi
·
Katup prostetik mekanik
·
Stenosis mitral
·
Neoplasma otak
·
Baru terjadi infrak miokaardium
·
Sindrom sick sinus
·
Penyala gunaan zat
·
Terapi trobolitik
·
Efek samping terkait terapi
(bypass kardiopulmunal, obat)
|
v Circulation
status
v Tissue
prefesion serebral
Kriteria
Hasil :
v Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan :
-
TTV normal
-
GCS normal
v Tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang di harapkan
v Tidak
ada ortostastik hipertensi
v Tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakarnial (tidak lebih dari 15 mmHg)
v Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang di tandai dengan
v Berkomonikasi
dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
v Menunjukan
perhatian,kosentrasi dan orientasi
v Memproses
informasi
v Membuat
keputusan dengan benar
v Menunjukan
fungsi sensori motori carnial yang utuh : tinngkat kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan involunter.
|
Peripheral
sensation management (managemen sensasi nyeri)
-
Monitor daerah tertentu yang
hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
-
Monitor adanya paretese
-
Instrusikan keluarga untuk
mengoservasi kulit jika ada isi atau laserasi
-
Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
-
Batasi gerakan pada kepalah,
leher dan punggung
-
Monitor kemampuan BAB
-
Kaloborasi pemberian analgetik
-
Monitor adanya tromboplebitis
-
Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi.
|
Ganguan
Eleminasi Urin
|
NOC
|
NIC
|
Definisi :
Disfungsi eliminasi urine
Batasan karekteristik
·
Disuria
·
Sering berkemih
·
Anyang-anyangan
·
Inkontinensia
·
Nokturia
·
Retensi
·
Dorongan
Faktor yang
berhubungan :
·
Obstruksi anatomic
·
Penyebab multiple
·
Ganguan sensorik motorik
·
Infeksi saluran kemih
|
v Urinary
elimination
v Urinary
continuence
Kriteria
Hasil :
v Tidak
ada residu urine >100-200 cc
v Intake
cairan rentang normal
v Bebas
dari ISK
v Tidak
ada spasme bladder
v Balance
cairan seimbang
|
Urinary
Retention Care
-
Lakukan penelitian kemih yang
komperhensif berfokus pada inkontinensia (mis., output,urine pola berkemih
kemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing preasisten)
-
Memantau penggunaan obat dengan
sifat antiikolinergik atau property alpha agnosis
-
Memonitor efek dari obat-obatan
yang diresapkan, sehat calcium channel blockers antikolinergik
-
Menyediakan penghapusan privasi
-
Gunakan kekuatan sugestik dengan
menjalankan air atau disiram toilet
-
Merangsang reflex kandung kemih
dengan menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi batin, atau air.
-
Sediakan waktu yang cukup untuk
mengkonsongkan kandung kemih (100 menit)
-
Gunakan spirit wintergreen di
pispot atau urinal
-
Mennyediakan maneuver crede yang
di perlukan
-
Gunakan double volde teknik
-
Masukan kateter kemih sesuai
-
Anjurkan pasien/ keluarga untuk
merekaam outpun urin
-
Instrusikan cara-cara untuk
menghindari konstipasi atau impaksi tinja
-
Memantau asupan dan keluaran
-
Memantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi atau perkusi
-
Membantu dengan toilet secara
berkala,sesuai
-
Memasukan pipa ke dalam lubang tubuh
untuk sisa,sesuai
-
Menerapkan kateterisasi
intermiten, sesuai
-
Menunjukan ke spialis kotinensiia
kemih, sesuai
|
Ketidakseimbangan
nutrsis kurang dari kebutuhan tubuh
|
NOC
|
NIC
|
Defenisi :
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Batasan
karekteristikk :
·
Kram abdooment
·
Nyeri abdomen
·
Menghindari makanan
·
Berat badan 20% atau lebih di
bahwa berat badan idial
·
Kerapuhan kapiler
·
Diare
·
Kehilangan rambut berlebihan
·
Bising usus hiperaktif
·
Kurang makanan
·
Kurang informasi
·
Kurang minat pada makanan
·
Penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat
·
Kesalahan konsepsi
·
Kesalahan informasi
·
Membrane mukosa pucat
·
Ketidakmaampuan memakan makananan
·
Tonus otot menurun
·
Mengeluh ganguan sensaasi rasa
·
Mengeluh asupan makanan kurang
dari RDA
·
Cepat kenyang setelah makan
·
Sariawan rongga mulut
·
Steatorea
·
Kelemahan otot mengunya
·
Kelemahan otot menelan
Faktor-faktor
yang berhubungan :
·
Faktor biologis
·
Faktor ekonomi
·
Ketidakmampuan untuk mengasorpsi
nutrient
·
Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
·
Ketidak mamppuan menelan makanan
·
Faktor psikologis.
|
v Nutrisi
status
v Nutrional
status : nutrient intake
v Weight
control
Kriteria
Hasil
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mempu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
v Menunjukan
peningkatan fungsi pengecapan ddan menelan
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti.
|
Nutrion
Management
-
kaji adanya alergi makanan
-
kaloborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
-
anjurkan pasien untuk meningkatan
intake Fe
-
anjurkan pasien untuk meningkatan
protein dan vitamin C
-
Berikan substansi gula
-
Yakinkan diet yang di makan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
-
Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
-
Ajarkan pasien bagaimana membuat
ccatatan makan harian
-
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
-
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
-
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapaatkan nutrisi yang di butuhkan
Nutrion
Monitoring
-
BB pasien dalam batas normal
-
Monitor adanya penurunan berat
badan
-
Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa di lakukan
-
Monitor interaksi atau orang
selama makan
-
Monitor lingkungan selama makan
-
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
selama jam makan
-
Monitor kulit kering dan
pigmentasi
-
Monitor tugor kulit
-
Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah ppatah
-
Monitor mual dan muntah
-
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb fan kadar Ht
-
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
-
Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan konjungtiva
-
Monitor kalori dan intake nutrisi
-
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilah lidah dan cavitas oral
-
Catat jika ;ida berwarna magenta, scarlet.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Abdominal
compartment syndrome didefenisikan sebagai peningkatan intra-abdominal disertai
dengan kegagalan fungsi organ-organ.Telah terbukti bahwa memberi keburukan
terhadap fungsi paru, kardiovaskular, musculoceletal, ginjal dan saraf
pusat.Identifikasi awal terhadap sindrom ini harus dilakukan untuk pencegahan
dan manajemen yang efektif.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1.
Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kompartmen Sindrom Abdomen dan
meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan mengikuti
seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2.
Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik
komunikasi terapeutik dan melakukan pengkajian agar kualitas pengumpulan data
dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan baik.
3.
Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA.
Courtney M T,
Daniel R B, Mark B E, Kenneth L M. 2005. Buku Saku Ilmu Bedah SABISTON. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran.
Martin S T,
Marry M C, Vargo E P, Fife M W. 1998. STANDAR PERAWATAN PASIEN (Proses keperawatan,
diagnose, dan evaluasi) Edisi V.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
https://emedicine.
medscape.com/article/829008-medication#showall (Richard Paula, MD; Chief.
Medscape. 17 september 2014)
https://www.pdfaz.com/k-22610426.html (Gambaran Distribusi Tekanan Intra Abdomen Pada
Pasien Anak yang Akan Dilakukan Tindakan Operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan)
https://www.scribd.com/doc/99051555/Abdominal-compartment-syndrome (Tauhid
Tarmuin.
Scribd. 4 juli 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar