Jumat, 11 Maret 2016

Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0.69%, dermatitis numuler 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,82%. (Marwali, 2000). Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Antigen penyebab utamanya adalah nikel, potassium dikromat dan parafenilendiamin. Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis kontak. Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi dan 20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak-anak dengan dermatitis kontak 60% akan positif hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel sebagai standar, maka insiden dermatitis kontaknya lebih tinggi dari pada Amerika. Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari dermatitis akibat kerja (DAK) prevalensi DKAAK berbeda-beda di tiap Negara tergantung macam serta derajat industrialisasi Negara tersebut.  Di Eropa insiden juga tinggi seperti Swedia dermatitis kontak dijumpai pada 48% dari populasinya. Di belanda 6% di Stockholm 8% dan Bergen 12%. (Iwan Trihapsoro, 2003). Menurut Survei Rumah Tangga dari beberapa Negara menunjukkan penyakit alergi adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% dantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi. Penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta orang mempunyai Dermatitis (alergi kulit). (Widodo Judarwanto, 2000). Di Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak  pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. (Widodo Judarwanto, 2000).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
2.      Apa etiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
3.      Bagaimana patofisiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
4.      Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit kulit dermatitis kontak?
5.      Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit kulit dermatitis kontak?
6.      Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit kulit dermatitis kontak?
7.      Bagaimana pencegahan dari penyakit kulit dermatitis kontak?
8.      Bagaimana Komplikasi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
9.      Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Tujuan umum penulisan
Memberi Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak.
2.      Tujuan khusus penulisan
1)      Memahami definisi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
2)      Memahami etiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
3)      Memahami patofisiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
4)      Memahami manifestasi klinis dari penyakit kulit dermatitis kontak.
5)      Memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit kulit dermatitis kontak.
6)      Memahami pengobatan dari penyakit kulit dermatitis kontak.
7)      Memahami pencegahan dari penyakit kulit dermatitis kontak.
10.  Memahami Komplikasi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
8)      Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak.
                                               
1.4  Manfaat 
1.      Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Dermatitis Kontak.
2.       Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Dermatitis Kontak.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit terdiri atas 3 lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah Epidermis, dermis, dan subkutis.
1.      Epdermis
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus mengalami mitosis, dan bergangti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran, dan nyeri.
Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang di hasilkan oleh sel-sel yang di sebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya taahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen utama appendix kulit : rambut dan kuku (craven, 2000).
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan hormone hipofisis anterior, hormone perangsang melanosis (melanocyte Stimulatting Hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah (misalnya: putting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan bervariasi dari merah meda dan hingga cerah. Penyakit sistemik juga akan memengaruhi warna kulit. Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila tiba oksigenasi darah yang akan mencukupi, berwarna kuning-hijau pada penderita icterus, atau merah atau terlihat Flushing bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
Sel-sel imun, yang disebut Sel Langerhans, terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan membangkitkan suatu sarana imun. Sel Langerhans mungkin bertanggung jawabmengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit di plastic atau neoplastic. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-saraf simpatis, yang mengisyaratkan adanya hubungan antara system saraf dan kemampuan kulit untuk melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsangan simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.

2.      Dermis
Dermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit di bawah epidermis yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit.
Lapisan papilla dermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari permbuluh dara dan limfe, serabut saraf, kelenjar keringat dan sebasea. serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat, di sekresikan oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan menyebabkan kulit menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringant dan palit (sebasea). Sel mast, yang mengeluarkan histamine selama cedera atau peradangan, dan makrofag, yang memfagositosis sel-sel mati dan mikro-organisme, juga terdapat di dermis.
Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis, serta membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis memungkinkan tubuh mengontrol tempraturnya. Pada penurunan suhu tubuh, saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan pelepasan norepinefrin. Pelepasan norepinefrin menyebabkan kontriksi pembuluh sehingga panas tubuh dapat dipertahankan. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh daran dermis berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh sehingga panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena (AV) yang disebut anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV mempermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan memungkinkan darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat dingin. Saraf simpatis ke dermis juga mempersaraf kelenjar keringat, kelenjar sebasea, serta folikel rambut.

3.      Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak dan jaringan ikat di mana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator panas. jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh (Guyton,1996).
Lemak yang bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, secara parsial akan menyebabkan perbadaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Maka yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringa subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

4.      Rambut
Rambut di bentuk dari keratin melalui proses diferensiasi yang sudah di tentukan sebelumnya, sel-sel epidermis tertentu akan membentuk folikel-folikel rambut. Folikel rambut ini disokong oleh matriks kulit dan akan berdiferensiasi menjadi rambut. Kemudian suatu saluran epitel akan terbentuk, melalui saluran inilah rambut akan keluar ke permukaan tubuh. Sama seperti sisik, rambut terdiri atas keratin mati dan dibentuk dengan kecepatan tertentu. Sistin dan metionin, yaitu asam amino yang mengandung sulfur dengan ikatan kovalen yang kuat, memberikan kekuatan pada rambut.
Pada kulit kepala, kecepatan pertumbuhan rambut biasanya 3 mm perhari.(Price, 1995). Setiap folikel rambut melewati siklus: pertumbuhan (9rambut anagen), stadium intermedia(rambut kotagen), dan involusi (rambut tolagen). Stadium anagen pada kulit kepala dapat bertahan selama kurang lebih 3 tahun, sedangkan stadium tolagen hanya bertahan sekitar 3 bulan saja. Begitu folikel rambut mencapai stadium tolagen, maka rambut akan rontok. Pada akhirnya foliker rambut akan mengalami regenerasi menjadi stadium anagen dan akan terbentuk rambut baru. Aktivitas siklus folikel rambut ini satu dengan lainnya tidak saling bergantungan. Pola mosaic ini mencegah terjadinya kebotakan sementara pada kulit kepala. Bila proses ini berhenti, maka orang akan tersebut akan mengalami kebotakan permanen.
Sekitar 90% dari 100.000 folikel rambut pada kulit kepala yang normal berada dalam fase pertumbuhan pada satu saat. Limapuluh hingga 100 lembar rambut kulit kepala akan rontok setiap harinya (Craven, 2000).
Rambut pada berbagai bagian tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam. Rambut pada bagian mata (alis dan bulu mata), hidung, dan telinga menyaring debu, binatang kecil, serta kotoran yang terbawa oleh udara.
Warna rambut di tentukan oleh jumlah melanin yang beragam dalam batang rambut. Rambut yang berwarna kelabu atau putih mencerminkan tidak adanya pigmen tersebut. Pada bagian tubuh tertentu, pertumbuhan rambut di kontrol oleh hormon-hormon seks. Contoh yang paling nyata adalah rambut pada wajah (rambut janggut dan kumis) dan rambut pada bagian dada, serta punggung yang dikendalikan oleh hormone laki-laki yang dikenal sebagai hormone androgen.
Kuantitas dan distribusi rambut dapat dipengaruhi oleh kondisi endokrin. Sebagai contoh, sindrom Cushing menyebabkan hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, khususnya pada wanita); hipotiroidisme (tiroid yang kurang aktif) menyebabkan perubahan tekstur rambut. Pada banyak kasus, kemoterapi dan terapi radiasi pada kanker akan menyebabkanpenipisan rambut atau pelemahan batang rambut sehingga terjadi alopesia (kerontokan rambut) yang parsial atau total dari kulit kepala maupun bagian tubuh yang lain.

5.      Kuku
Kuku merupakan lempeng keratin mati yang di bentuk oleh sel-sel epidermis matriks kuku. Matriks kuku terletak dibawah bagian proksimal lempeng kuku dalam dermis. Bagian ini dapat terlihat sebagai suatu daerah putih yang disebut lunula, yang tertutup oleh lipatan kuku bagian proksimal dan kutikula. Oleh karena rambut maupun kuku merupakan struktur keratin yang mati, maka rambut dan kuku tidak mempunyai ujung saraf dan tidak mempunyai aliran darah. Kuku akan melindungi jari-jari tangan dan kaki dengan menjaga fungsi sensoriknya yang sangat berkembang, serta meningkatkan fungsi-fungsi halus tertentu seperti fungsi mengangkat benda-benda kecil.
Pertumbuhan kuku berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1 mm per hari. Pertumbuhan ini berlangsung lebiih cepad pada kuku jari tangan daripada kuku jari kaki dan cenderung melambat bersamaan dengan proses penuaan. Pembaruan total kuku jari tangan memerlukan waktu sekitar 170 hari, sedangkan pembaruan kuku jari kaki membutuhkan waktu 12 hingga 18 bulan (Smeltzer, 2002).

6.      Kelenjar pada Kulit
Kelnjar Sebasea. Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke saluran di sekitarnya. Untuk setiap lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak, serta lentur. Kelenjar sebasea terdapat di seluruh tubuh, terutama di wajah, dada, dan punggung. Testosteron meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan pembentukan sebum. Kadar testosterone meningkat pada pria dan wanita selama pubertas.
Kelenjar Keringat ditemukan pada kulit disebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir, telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat. Kelenjar keringat dapat di klasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori, yaitu kelenjar merokrin dan apokrin. Kelenjar merokrin ditemukan pada semua daerah kulit. Saluran keluarnya bermuara langsung ke permukaan kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan berbeda dengan kelenjar ekrin. Sekret kelenjar ini mengandung fragmen sel-sel sekretorik. Kelenjar apokrin terdapat didaerah aksila, anus, skrotum, dan labia mayora. Saluran keluarnya pada umumnya bermuara ke dalam folikel rambut. Kelenjar apokrin akan menjadi aktif pada pubertas.
Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti seperti susu dan di uraikan oleh bakteri untuk menghasilkan bau ketiak yang khas. Kelenjar apokrin yang khusus dan dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga luar, tempat kelenjar tersebut memproduksi serum (Lewis, 2000). Sekresi apokrin tidak mempunyai fungsi apapun yang berguna bagi manusia, tetapi kelenjar ini menimbulkan bau pada ketiak apabila sekresinya mengalami dekomposisi oleh bakteri (Price, 1995).
Sekret yang encer seperti air yang disebut keringat atau peluh dihasilkan oleh bagian basal yang berbentuk seperti kumparan pada kelenjar ekrin dan dilepaskan ke dalam saluran keluarnya yang sempit. Keringat terutama tersusun dari air dan mengandung sekitar separuh dari kandungan garam dalam plasma darah. Keringat dilepas Dari kelenjar ekrin sebagai reaksi terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan kenaikan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh system saraf simpatik. Pengeluaran keringat yang berlebihan pada telapak tangan dan kaki, aksila, dahi dan daerah-daerah lainnya dapat terjadi sebagai reaksi terhadap rasa nyeri, serta stress.

7.      Fungsi Kulit
Secara umum beberapa fungsi kulit adalah sebagai berikut.
1.      Proteksi
2.      Sensasi
3.      Termoregulasi
4.      Metabolisme,sintesis vitamin D
5.      Keseimbangan air
6.      Penyerapan zat atau obat
7.      Penyimpanan nutrisi
Selain fungsi di atas, kulit juga memiliki peran dalam komunikasi nonverbal, sebagai contoh dalam kaitannya dengan emosi, misalnya wajah kemerahan dalam menahan  marah atau malu dan petunjuk tentang kondisi usia seseorang dan status kesehatan.
a.      Proteksi
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma fisik, kimia, dan biologis dari  dan invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di daerah tersebut.
Bagian sratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif terhadap berbagai factor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angin, dan trauma. Kulit dapat mencegah penetrasi zat-zat dari luar yang berbahaya ataupun kehilangan cairan dan substansi lain yang vital bagi homeostasis tubuh. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastic dan kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit. Dermis tersusun dari jalinan vascular, akar rambut tubuh, dan kelenjar peluh, serta sebasea. Oleh karena epidermis bersifat avaskular, dermis merupakan barier  transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat menembus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang memengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dan status vascular.
b.      Sensasi
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer,2002). Meskipun tersebar di seluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinevasi ketimbang kulit pada  bagian punggung tangan.
c.       Termoregulasi
Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh vasokonstraksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas ke kulit), dan sensasi suhu (Potter, 2006). Perpindahan suhu dilakukan pada system vascular, melalui dinding pembuluh, ke permukaan kulit dan hilang ke lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilang panas. Pada kondisi suhu tubuh rendah, pembuluh darah akan mengalami konstriksi. Sebaliknya saat suhu tinggi, hipotalamus menghambat vasokonstriksi dan pembuluh dilatasi. Saat kulit menjadi dingin, sensori mengirim informasi ke hipotalamus, yang mengakibatkan menggigil, menghambat keringat dan vasokonstriksi. Pengeluaran dan  produksi panas terjadi secara simultan. Sruktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Potter, 2006).
a)      Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah gelombang elektromagnetik (Potter, 2005). Adanya aliran darah dari organ internal inti  membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan. Variasi jumlah panas yang di bawa ke permukaan bergantung pada tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Penyebaran panas dari kulit ke setiap objek kulit yang lebih dingin di sekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat. Vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk memperluas penyebaran yang ke luar. Vasokonstriksi perifer  meminimalkan kehilangan panas ke luar. Sampai 85% area permukaan tubuh manusia menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui radiasi. Perawat meningkatkan kehilanhan panas melalui radiasi dengan melepaskan pakaian atau selimut. Posisi pasien meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi.
b)     Konduksi
Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain melalui kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu tubuh terjadi pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin. Ketika kondisi suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Perpindaha panas secara konduksi dapat melalui benda padat, gas, dan cair. Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa cara menurunkan panas tubuh secara konduksi hanya menyebabkan sedikit kehilangan panas. Perawat meningkatkan kehilangan panas konduktif ketika memberikan beberapa lapis pakaian akan mengurangi efek konduktif.
c)      Konveksi
Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakan udara yang secara langsung kontak dengan kulit. Adanya arus udara membawa udara hangat akan menyebabkan kehilangan panas secara konveksi. Sebaliknya arus udara dingin meningkatkan pengeluaran panas melalui konveksi. Pemberian pakaian atau selimut akan menurunkan efek dari konveksi. Kondisi ini memberikan inplikasi pada perawat dalam mengatur suhu lingkungan pada pasien yang mengalami kondisi hipertermi atau hipotermi.
d)     Evaporasi
Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Tubuh secara kontinu kehilangan panas secara evaporasi. Kira-kira 600-900 ml sehari meguap dari kulit dan paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible water loss)dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu (Guyton, 1999).
Dengan mengatur perspirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat yang terletak dalam dermis kulit menyekresi keringat melalui duktus kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolic (Potter,2006).
d.      Metabolisme
Meskipun sinar matahari yang kuat dapat merusak sel-sel epitel dan jaringan, tetapi sinar matahari dengan jumlah yang dapat di toleransi sangat di perlukan tubuh manusia.          Ketika radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal di dalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi pelepasan steroid kolesterol menjadi vitamin D3, atau kolekalsiferol. Organ hati kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan organ ginjal untuk menyintesis hormon kalsitriol. Kalsitriol merupakan komponen yang penting untuk membantu absorpsi kalsium dan fosfor di dalam usus halus. Ketidakadekuatan dari pengiriman kalsitriol akan menghambat pemeliharaan dan pertumbuhan tulang (Simon, 2003).
e.       Keseimbangan air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan (Smeltzer, 2002).
Apabila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok serta kematian. Di lain pihak, kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) yang berjumlah  kurang lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya (Guyton, 1999). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.

f.       Penyerapan zat atau obat
Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum, termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormone-hormon steroid. Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel (Kee, 1999).

8.      Fungsi Respons Imun
Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal dalam fungsi imun (Smeltzer, 2002).
9.      Pertimbangan Gerontologi
Secara fisiologis sistem integument akan mengalami perubahan yang signifikan akibat proses penuaan. Kondisi perubahan utama yang terjadi pada kulit lansia meliputi kering, keriput, pembentukkan pigmentasi yang tidak merata, dan terbentuknya berbagai lesi proliferative.
Secara struktur terjadi perubahan seluler dimana terjadi penipisan titik temu antara dermis dan epidermis sehingga meningkatkan kondisi kekeringan pada kulit. Keadaan ini menyebabkan lokasi pengikatan yang lebih sedikit antara dua lapisan kulit tersebut sehingga suatu kondisi cedera atau stress yang ringan pada epidermis dapat menyebabkan lapisan itu terlepas dari dermis. Kondisi ini memberikan implikasi pada perawat bahwa fenomena penuaan ini dapat menjadi penyebab meningkatnya kerentanan kulit yang menua terhadap trauma, misalnya pasien yang kurang mobilisasi akan meningkatkan resiko ulkus tekan yang lebih tinggi disbanding usia dewasa muda.
Dengan bertambahnya usia, struktur dari epidermis dan dermis akan mengalami penipisan dan pendataran sehingga timbul pengeriputan kulit, kulit yang menggantung  , dan lipatan kulit yang saling tumpah tindih. Hilangnya substansi  elastin, kolagen, dan lemak subkutan dalam jaringan bawah kulit bertanggung jawab terhadap penurunan daya perlindungan, pembantalan jaringan dan organ di bawahnya, serta menurunkan tonus otot.
Perubahan struktur kulit akibat pergantian sel yang melambat karena proses penuaan meningkatkan terbentuknyaa pigmentasi pada kulit. Dengan terjadinya penipisan lapisan dermis, kulit akan menjadi rapuh dan transparan. Pasokan darah ke kulit juga berubah sejalan dengan bertambahnya usia. Pembuluh darah, terutama lingkaran kapiler akan menurun jumlah dan ukurannya. Perubahan vascular ini turut menghambat penyembuhan luka yang umum terlihat pada pasien-pasien lansia. Selain itu, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea  juga akan menurun jumlah dan kapasitas fungsionalnya sehingga kulit menjadi kering dan bersisik. Penurunan kadar hormone androgen diperkirakan turut menyebabkan berkurangnya fungsi kelenjar sebasea.
Pertumbuhan rambut akan berkurang secara bertahap, terutama rambut di tungkai bawah dan dorsum kaki. Penipisan rambut sering terlihat di kulit kepala, aksila, dan pubis. Fungsi lain yang dipengaruhi oleh proses penuaan normal adalah fungsi barier, persepsi sensorik, dan termoregulasi.

2.2  Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsur – unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak alergi) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu :
1.      Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik, biasanya terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan.

2.      Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik.

2.3  Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. (Arief Mansjoer.1998.”Kapita selekta)
 Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
b.      Dalam (endogen) misalnya pada seseorang yang memiliki riwayat kepekaan terhadap zat tertentu.
                                
2.4  Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV.
a.       Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan rperubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
b.      Dermatitis Kontak Alergik
Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
1.       Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten masuk ke dalam kulit dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksi limfosit T yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T. melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh.
2.      Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.

2.5  Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut terutama pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a.       Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
b.      Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta.
c.       Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

2.6  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan integument yaitu :
a.       Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit yang terdapat lesi. Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
b.      Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada kulit. Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut resisten pada obat – obat tertentu. Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
c.       Pemeriksaan Darah
Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin.
d.      Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi. Untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis, mengidentifikasi respon alergi. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang ditimbulkan. Apabila ditemukan kelainan pada kulit, maka hasilnya positif.

2.7  Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

a.       Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1.      Kortikosteroid
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2.      Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langerhans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3.      Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4.      Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5.      Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b.      Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
1.      Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2.      Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.

3.      Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.

4.      Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5.      FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6.      Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7.      Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8.      SDZ ASM 981
Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

2.8  Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam program pendidikan, memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan. Juga pengenalan diri penyakit kulit dan kegunan prosedur perlindungan, sebagai contoh program perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan basah”, yaitu mencuci tangan dengan air biasa, lalu bilas dan keringkan tangan dengan sempurna setelah mencuci, karena kulit yang tidak dilindungi lebih mudah terkena iritasi, maka disarankan memakai sarung tangan untuk melindungi kulit terhadap air, kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi bekerja, karena dermatitis umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin sebagai reaksi terhadap iritan yang terjebak dibawah cincin. Pemakaian disinfektan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tempat kerja. Sebab, umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut berperan terhadap perkembangan menjadi dermatitis kontak di tangan.
Cara lainnya gunakan pelembab sewaktu bekerja atau setelah bekerja. Pilih pelembab yang banyak mengandung lemak dan bebas parfum, serta bahan pengawet berpotensi alergenik terendah. Pelembab terbukti dapat mempermudah regenerasi fungsi sawar kulit dan kandungan lemak berhubungan dengan kecepatan proses regenerasi tersebut. Pelembab sebaiknya dipakai diseluruh tangan, termasuk sela jari, ujung jari, dan punggung tangan. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi pada kulit cenderung terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi kulit. Pekerja yang kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang dermatosis daripada yang kebersihan perorangannya baik atau sedang.
Strategi pencegahan meliputi:
a.       Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
b.      Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
c.       Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.
d.      Pekerja dengan usia di atas 40 tahun atau usia lanjut sebaiknya mengurangi kontak dengan bahan kimia. Karena semakin tua usia kulit menjadi semakin menipis dan kehilangan kelenturan. Hal ini memudahkan terjadinya dermatitis (Occupational Safety and Health Branch, 2004).

2.9 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.













kerusakan integritas kulit
kerusakan integritas kulit
kerusakan integritas kulit
 








2.10 WOC
gatal pada kulit
iritan primer
mengiritasi kulit
Sel T
Risiko infeksi
Gangguan pola tidur
Sabun, detergen, zat kimia
peradangan kulit (lesi)
Alergen: S. Sensitizen
Sel Langerhans dan makrofag
nyeri
gangguan citra tubuh
Gangguan integritas kulit
sensitisasi sel T oleh saluran limfa
Reaksi hipersensitivitas IV
Terpajan ulang
Sel efektor mengeluarkan limfotin
Gejala Klinis : gatal, panas, kemerahan
 






























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
3.1.1        Biodata
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

3.1.2        Riwayat  Kesehatan
a)       Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya  terasa gatal serta nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
b)      Riwayat penyakit sekarang
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien
1.      Provocative/palliative
a)       Apa penyebab keluhan,
Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan kerusakan pada kulit
b)      Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang
2.      Quality/quantity
a)      Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan
b)      Sejauh mana sakit dirasakan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit
3.      Region/radiation
a)      Dimana letak sakit
Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab
b)      Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik perhiasan.
4.      Severitty scale
a)      Apakah mempengaruhi aktifitas
Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit
b)      Seberapa jauh skala ringan/berat
Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya
5.      Timing
a)      Kapan mulai terjadi
b)      Kapan sering terjadi
c)      Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan
c.       Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
d.      Riwayat Kesehatan keluarga 
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopic.

3.1.3        Pemeriksaan fisik
1.       Keadaan umum
Ringan, sedang, berat.
2.      Tingkat Kesadaran
a.       Kompos mentis                        
b.      Apatis                   
c.       Samnolen, letergi/hypersomnia    
d.      Delirium    
e.       Stupor atau semi koma
f.       Koma 
Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
3.      Tanda-tanda vital
a.       Tekanan darah
b.      Denyut nadi
c.       Suhu tubuh
d.      Pernafasan
4.      Berat Badan
5.      Tinggi Badan
6.      Kulit
Inspeksi
a.       radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
b.      kemerahan (rubor),
c.       gangguan fungsi kulit (function laisa).
d.      biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
e.       terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
f.       Terdapat bula atau pustule,
g.      ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.
h.      terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat
i.        hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
Palpasi         
a.       Nyeri tekan
b.      edema atau pembengkakan
c.       Kulit bersisik
7.      Keadaan Kepala
a.       Inspeksi
tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
b.      Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.
8.      Keadaan mata
a.       Inspeksi
Palpebrae   :           tidak edema,  tidak radang
Sclera        :           Tidak ictertus
Conjuctiva :           Tidak terjadi peradangan
Pupil :          Isokor
Posisi mata
Simetris/tidak        : simertis
Gerakan bola mata  : Normal
Penutupan kelopak mata   : Tidak mengalami gangguan
Keadaan visus                               : Normal
Penglihatan                                    : Normal (tidak kabur )
b.      Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tekanan Intra Okuler ( TIO )  tidak ada
9.      Keadaan hidung
a)      inspeksi
1)      simetris kiri dan kanan
2)      Tidak ada pembengkakan dan sekresi
3)      Tidak ada kemerahan  pada selaput lendir
b)      Palpasi
1)      Tidak ada nyeri tekan
2)      Tidak ada benjolan/tumor
10.  Keadaan telinga
a.        inspeksi
1)      telinga bagian luar simetris
2)      tidak ada serumen/cairan, nanah
11.  Mulut
Inspeksi
a.       Gigi
1)       Keadaan gigi        :   bersih
2)      Ada karang gigi/karies
3)      Tidak ada pemakaian gigi palsu   
b.      Gusi
Tidak ada merah radang pada gusi 
c.        Lidah
Lidah bersih
d.      Bibir
1)      Tampak pucat
2)      Kering pecah        
3)      Mulut tidak berbau          
4)      Kemampuan bicara normal
12.  Tenggorokan
a.       Warna mukosa  : Kemerahan
b.      Nyeri tekan       tidak ada
c.       Nyeri menelan tidak ada
13.  Leher
Inspeksi
a.       Kelenjar Thyroid            : Tidak membesar
b.      Tidak ada pembengkakan atau benjolan
c.       Tidak ada distensi vena jugularis
Palpasi
a.       Kelenjar Thyroid                      : Tidak terabah
b.      Kaku kuduk/tidak        : -
c.       Kelenjar limfe               : tidak membesar
d.      Tidak ada benjolan atau massa
e.       Mobilisasi leher normal
14.  Thorax dan pernafasan
Inspeksi
a.       Bentuk dada     : Pigion chest
b.      Pernafasan        :  Inspirasi/ekspirasi, Frekuensi pernafasan, irama pernafasan
c.       Pengembangan diwaktu bernafas  normal
d.      Dada simetris
e.       Tidak ada retraksi
f.       Tidak ada batuk
Palpasi
a.       Tidak ada nyeri tekan, massa, adanya vocal premitus
b.      Untuk mengetahui adanya massa
c.       Inadekuat ekspansi dada         
Perkusi
sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal
Askultasi
a.       Mendengarkan suara pada dinding thoraks
b.      Suara nafas :  Vesikuler
c.       Suara tambahan :  -
d.      Suara Ucapan : Suara normal
15.  Jantung
a.       Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena kontraksi ventrikel kiri à ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
b.      Palpasi  : Normal
c.       Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
d.      Auskultasi : Tidak ada murmur
16.  Pengkajian payudara dan ketiak
Inspeksi :
a.       Payudara melingkar dan agak simetris dan ukuran sedang
b.      Tidak terdapat udema, tidak terdapat kemerahan atau lesi serta vaskularisasi normal
c.       Areola mamma agak kecoklatan
d.      Tidak adanya penonjolan atau retraksi akibat adanya skar atau lesi.
e.       Tidak ada keluaran, ulkus , pergerakan atau pembengkakan. Posisi kedua puting susu mempunyai arah yang sama.
f.       ketiak dan klavikula tidak ada pembengkakan atau tanda kemerah-merahan.
Palpasi : Tidak adanya keluaran serta nyeri tekan.  
17.  Abdomen
Inspeksi   :
a.       umbilikus tidak menonjol
b.      Tidak ada pembendungan pembuluh darah vena
c.       Tidak ada benjolan
d.      warna kemerahan
Palpasi    :
a.       Tidak ada rasa nyeri
b.      Tidak ada benjolan/ massa
c.       Tidak ada pembesaran pada organ hepar
Perkusi              : Tympani
Auskultasi         :  Peristaltik normal
18.  Genetalia dan Anus
a)      Genetalia :
Inspeksi :
a)      Tidak ada prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartolini,
b)      sekret vagina jernih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b)      Anus  : Keadaan anus normal,  tidak ada haemoroid, fissura, fistula.
19.  Ekstremitas
Ekstremitas atas
a)      Motorik
1)      Pergerakan kanan/kiri            :  lemah
2)      Pergerakan abnormal :  seimbang antara kanan dan  kiri.
3)      Kekuatan otot kiri/kanan       :  kekuatan otot kanan dan kiri lemah
4)      Koordinasi gerak       :  ada gangguan
b)      Refleks
1)      Biceps kanan/kiri                   : Normal
2)      Triceps kana/kiri                     : Normal
c)      Sensori
1)      Nyeri                          : +
2)      Rangsang suhu          : +
3)      Rasa raba                   : +
Ekstremitas bawah
a.       Motorik
1)      Gaya berjalan             :   Normal
2)      Kekuatan kanan/kiri              :   kekuatan kanan 5/kiri 5
3)      Tonus otot kanan/kiri :   menurun
b.      Refleks
1)      KPR kanan/kiri          :  -/- 
2)      APR kanan/kiri          :  -/-
3)      Bebinski kanan/kiri    : +/+
c.       Sensori
1)      Nyeri              :   +
2)      Rangsang suhu          :   +
3)      Rasa raba                   :  
20.  Status Neurologi
Saraf-saraf cranial
a.      N I (Olfaktorius)
Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alcohol.
b.      N II (Optikus)
Klien tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak yang jauh.
c.       N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Mata dapat berkontraksi, pupil isokor, klien mampu menggerakkan  bola mata kesegala arah.
d.      N V (Trigeminus)
Fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
Fungsi motorik :  Klien dapat menahan tarikan pulpen dengan   gigitannya.
e.       N VII (Fasialis)
Klien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum dan dapat mengangkat alis.
f.        N VIII (Akustikus)
Klien dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g.      N IX (Glosofaringeus)
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, pedas.
h.      N X (Fagus)
Klien tidak ada kesulitan mengunyah, klien tidak ada kesulitan menelan
i.        N XI (Assessoris)
Klien dapat mengangkat kedua bahu, tidak ada atropi  otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
j.        N XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah simetris, dapat bergerak kesegala arah, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
a.       Kaku kuduk                      :   -
b.      Kerning sign                      :   -
c.       Refleks Brudzinski           :   -
d.      Refleks Lasegu                 :   -
3.1.4   Pemeriksaan Penunjang
a.       Biopsi kulit
b.      Uji temple
c.       Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
d.      Uji kultur dan sensitivitas
3.1.5        Pola Kegiatan Sehari-hari
1.      Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dlm sehari   serta apakah ada perubahan Perubahan selama sakit.
2.      Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit.
3.      Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
4.      Istirahat
klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
5.      Pola Interaksi social
Secara umum klien yang  mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya terganggu biasanya akan merasa malu dengan  penyakitnya.
6.      Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang  diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang, bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.
7.      Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien menganut agama apa selama sakit klien sering berdoa.
                  
3.2    Diagnosa Keperawatan
1.      Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi lokal
2.      Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada lesi.
3.      Kebutuhan pemenuhan informasi b.d adekuatnya sumber informasi, resiko penularan, ketidakefektifan program perawatan dan pengobatan.
4.      Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
5.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.

3.3    Intervensi
1.      Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi local
Tujuan : Dalam 2x24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria Hasil : Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi berkurang

Intervensi
Rasional
1.      Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadio pada klien.

2.      Lakukan tindakan peningkatan integritas kulit.


3.      Tingkatkan asupan nutrisi.



4.      Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.



5.      Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.


6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti histamine dan salep kulit
1.      Menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan di gunakan.
2.      Untuk menghindari cedera kulit, pasien harus di nasehati agar tidak mencubit atau menggaruk daerah yang sakit.
3.      Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan.
4.      Apabila masih belum mencapai dari kriteria evaluasi 5x24 jam, maka perlu dikaji ulang factor-faktor menghambat pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.
5.      Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
6.      Penggunaan anti histamine dapat mengurangi respon gatal serta mempercepat proses pemulihan

2.      Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria Hasil :
1)      Lesi akan menutup pada hari ke-7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area lesi.
2)      Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah adanya order khus dari tim dokter dalam melakukan perawatan kulit.
2.      Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi.






3.      Lakukan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi.





4.      Berikan terapi antibiotik bila perlu.

5.      Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi.

1.      Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

2.      Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan-keterampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.

3.      Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum. 

4.      Agar tidak terjadi infeksi.

5.      Pasien dan keluarga dapat mengenal tanda dan gejala infeksi


3.      Kebutuhan pemenuhan informasi b.d adekuatnya sumber informasi, resiko penularan, ketidakefektifan program perawatan dan pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit.
Kriteria Hasil :                                                                
1)      Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkina komplikasi.\
2)      Mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang Dermatitis Kontak.

2.      Jelaskan pentingnya istrahat.







3.      Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, monitor status kesehatan dan adanya infeksi.
4.      Jelaskan tentang kondisi penyakit dan pentingnya penatalaksanaan dermatitis kontak.


5.      Identifikasi sumber-sumber pendukung yang memungkinkan untuk mempertahankan perawatan di rumah yang di butuhkann.


6.      Beri penjelasan untuk perawatan di rumah
1.      Pengetahuan pasien dan orang tua yang baik dapat menurunkan resiko komplikasi.
2.      seseorang dengan drrmatitis kontak memerlukan nasihat untuk menghilangkan iritan eksternal dan menghindari panas yang berlebihan. Kebiasaan menggaruk dan menggosok bagian yang gatal akan memperpanjang lamanya penyakit.

3.      Meningkatkan system imun dan pertahanan terhadap infeksi.



4.      Peninjauan kembali dan penjelasan tentang program terapi merupakan unsur esensial untuk menjamin kepatuhan pasien.

5.      Keterbatasan aktivitas dapat mengganggu kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


6.      Bahan untuk penyuluhan yang sudah di cetak dapat di sediakan untuk memperkuat diskusi tatap muka dengan pasien mengenai pedoman terapi dan berbagai masalah lainnya.

4.      Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
                  Kriteria Hasil :
1)      Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
2)      Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal.
3)      Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman.
Intervensi
Rasional
1.      Periksa daerah yang terlibat.



a.       Upayakan  untuk  menemukan penyebab  gangguan rasa nyaman.

b.      Mencatat hasil-hasil observasi secara rinci  dengan  memakai terminologi deskriptif.






c.       Mengantisipasi  reaksi alergi yang mungkin  terjadi , mendapatkan  riwayat pemakaian obat.

2.      Kendalikan faktor – faktor iritan.

a.       Pertahankan  kelembaban kira-kira 60%;gunakan alat pelembab.
b.      Pertahankan  lingkungan dingin

c.       Gunakan sabun ringan atau sabun  yang dibuat untuk kulit sensitif.


d.      lepaskan kelebihan pakaian  atau peralatan  di tempat tidur.
e.       Cuci linen tempat tidur  dan pakaian  dengan sabun ringan .
f.       Hentikan  pemajanan berulang terhadap deterjen,pembersih,dan pelarut.


3.      Menggunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan pasien.
a.       Melaksanakan kompresi penyejuk dengan air suam – suam kuku, atau kompres dingin guna meredakan rasa gatal.
b.      Mengatasi kekeringan sebagaimana di preskripsikan .






c.       Mengoleskan losion dan krim kulit segera setelah mandi.


d.      Menjaga agar kuku selau terpangkas.

e.       Menggunakan terapi tropikal seperti yang preskiripsikan.
f.       Membantu pasien menerima terapi yang lama, yang diperlukan pada beberapa kelainan kulit.
g.      Menasehati pasien untuk menghindari pemakaian salep atau losion yang di beli tanpa resep dokter
1.      Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana interfensi

a.       Membantu menidentifikasi tindakan yang tepat untk memberikan kenyamanan.

b.      Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosa dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi memepunyai etiologi yang berbeda, respon inflamasi kutan mungjin mati pada pasien lansia.

c.       Ruang menyeluruh terutama dengan awitan yang mendadak dapat menunjukan reaksi alergi terhadap obat.

2.      Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia dan fisik.
a.       Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
b.      Kesejukan mengurangi gatal.

c.       Upaya ini mencakup tidak adanya larutan diterjen, zat pewarna atau bahan pengeras.


d.      Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
e.       Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.
f.       Setiap substansi yang menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.

3.    Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhanya agar berfungsi dengan benar.
a.    Pengisatan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukan kulit dan meredakan pruritus.

b.    Kulit yang kering dpat menimbulkan daerah dermatitis dengan gejala kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.

c.    Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.
d.    Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.
e.    Tindakan ini membantu meredakan gejala.
f.    Tindakan koping biasanya akan meningkatkan kenyamanan.

g.    Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi pengobatan sendiri.


5.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan : Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1)      Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri
2)      Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri
3)      Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
4)      Menguatkan kembali dukungan positif dari diri nsendiri
5)      Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat

Intervensi
Rasional
1.      Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (  Menghindari kontak mata, merendahkan diri sendiri,Ekspresi muak terhadap kondisi kulitnya ).



2.      Identiffikaasi stadium psikososial tahap perkembangan.




3.      Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan,(  dengan cara yang terbuka, tidak menghkimi ). Untuk mengekspresikan berduka/ ansietas tentang perubahan citra tubuh.
4.      Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien, bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.




5.      Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri (turut berpartisippasi dalam penanganan kulitnya, merias atau merapikan diri).
6.      Membantu pasien ke arah penerimaan diri.
7.      Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
8.      Memberikan nasehat kepada pasien mengenai cara – cara perawatan kosmetik untuk menyembunyikan kondisi kulit yang abnormal.

1.      Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.

2.      Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.

3.      Pasien membutuhkan pengalaman, didengarkan dan dipahami.



4.      Tindakan ini memeberikan kesempatan kepada petugas kesehatan untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi. Ketakutan merupakan unsur yang merusak adaptasi pasien .

5.      (Untuk nomor 5 s/d 8). Pnedekatan dan sasaran yang positif tentang tekhnik – tekhnik kosmetik seringkali membantu dalam meningkatkan penerimaan diri dan

6.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus
Kriteria Hasil :
1)      Mencapai tidur yang nyenyak
2)      Melaporkan gatal mereda
3)      Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat
4)      Menghindari konsumsi kafein
5)      Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur
6)      Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan

Intervensi
Rasional
1.      Cegah dan obati kulit yang kering.

b.      Menasehati pasien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki fentilasi dan kelembaban yang baik.
c.       Menjaga agar kulit selalu lembab. Mandi hanya diperlukan jika kulit sangat kering.

d.      Jangan gunakan sabun atau gunakan sabun yang lembut oleskan losion segera sesudah mandi sementara kulit masih lembab.

2.      Nasehati pasien untuk melakukan hal berikut yang dapat membantu meningkatkan tidur.
b.      Menjaga jadwal tidur yang teratur pergi tidur pada saat yang sama dan bangun pada sat yang sama.
c.       Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur dimalam hari.
d.      Melaksanakan gerak badan secara teratur.


e.      Mengerjakan hal – hal yang rirual dan rutin menjelang tidur.
1.      Pruritus nokturnal mengganggu tidur yang normal.
a.       Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
b.      Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan, tapi bisa di kendalikan.
c.       Semua tindakan ini kan memelihara kelembaban kulit.




2.      Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
a.       Dengan kelembaban yang rendah kulit akan kehilangan air.

b.      Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesduah di konsumsi.
c.       Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.
d.      Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terja menjadi tertidur.


3.4  Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif.Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).

3.5  Evaluasi
1.      Terjadi peningkatan integritas kulit
2.      Tidak terjadi infeksi selama perawatan
3.      Terpenuhinya informasi kesehatan






BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

4.2  Saran
1.      Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2.      Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.



                                                           DAFTAR PUSTAKA
                                                  
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.MediAction Publishing.Edisi Revisi Jilid 1. 2013.
Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.MediAction Publishing.Edisi Revisi Jilid 2. 2013.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Salemba Medika. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar